Senin, 19 Desember 2011

guling gilung


saatnya berguling-guling. mengambil seluruh tempat di kasur. jangan sisakan tempat buat mama, apalagi papa. semua tempat untuk saya.
mungkin begitu kata kaka, kalau dia bisa ngomong. sekarang dia udah empat bulan. dia udah punya banyak cara untuk tidur. kalau dulu cuma terlentang dengan tangan direntangkan. sekarang dia bisa tidur miring dan tengkurap dengan mata terpejam. begitu bangun, dia langsung tengkurap, kalau udah sadar, kadang-kadang berguling-guling di atas tempat tidur. uhuyy...dia sduah besar.
sebenarnya, berguling-guling seperi itu bikin gue khawatir. jadi sebisa mungkin gue ada di samping dia terus, kecuali kalau gue lg kerja ya....
gue takut tiba-tiba dia ngambil posisi tidur dengan hidung nekan kasur sehingga sulit bernafas. katanya tidur terlentang bisa bikin kematian mendadak. lebai sih, dia pasti nyari posisi enak lah, dan nggak mungkin enak kalau dia sulit bernafas.
gue juga takutt dia berguling-guling sampai pinggir tempat tidur, terus jatuh. ini juga agak lebai. gue pake tempat tidur tanpa ranjang. jd kalaupun jatuh sebenarnya gak tinggi. tapi...tetep aja sakit dan bisa bikin benjol. dia jedukin kepala di kasur tipisnya yg buat tiduran di ruang tivi aja bikin gue takut kenapa-napa.
nah, sebenernya guling-gulingnya kaka ini belum sempurna. kadang-kadang dia cuma tengkurap kok, terus berbalik sekali. artinya cuma muter balik sekali aja, nggak berguling-guling kayak tazmania gitu.
kalo yang gue baca di web produk nutrisi bayi, anak mulai berguling-guling di usai empat bulan, biasanya. tapi kayaknya baru berguling-guling sempurna di 7-8 bulan.
artinya, sekarang gue masih bisa tidur tenang di tempat biasa, besok-besok gue harus ngalah tidur di tiker hahahaa

Selasa, 06 Desember 2011

tengkurap itu (nggak) mudah


tengkurap itu mudah, bagi orang dewasa seperti kita. tapi, buat bayi usia tiga bulan seperti kaka, butuh perjuangan untuk bisa tengkurap.
untung saja, perjuangan itu nggak butuh waktu lama. kaka sekarang udah bisa tengkurap. kadang-kadang, begitu diletakkan di kasur, dia langsung tengkurap. nggak jarang juga dia masih butuh perjuangan ekstra sampai teriak-teriak, kadang-kadang menangis, untuk bisa membalikkan badannya.
kaka mulai belajar tengkurap sekitar seminggu lalu. dua minggu lalu sih baru bisa miringin badan. tapi lama-lama dia geregetan pengen bisa lebih dari itu. pertama-tama dia bisa balikin badan, tapi belum bisa angkat kepala. seringkali mukanya nyusruk, hidungnya tertututp sampai sulit bernafas. nah, di saat-saat itulah butuh pengawasan lebih. kalau nggak diawasi, takutnya benar-benar nggak bisa nafas lagi.
nah...bayi umumnya bisa tengkurap di usia tiga bulan.
ini saya kutip dari artikel ayahbunda:
Tengkurap terjadi ketika bayi berhasil bertumpu pada perutnya dan bertahan pada posisi tersebut beberapa saat. Anak tengkurap diawali dengan kemampuan memiringkan badannya ke kanan dan ke kiri, lalu ia belajar berguling di usia 1,5 – 2 bulan. Bayi Anda belajar tengkurap pertama kali pada satu sisi, dilanjutkan di sisi lain, kemudian berbalik lagi. Ketika mencapai usia 3-4 bulan, saat otot lehernya semakin kuat ia dapat berbaring telentang dengan memandang lurus ke depan. Lengan dan kakinya pun lebih bebas bergerak sejalan dengan kemampuannya menggerak-gerakkan kepalanya. Ia juga mulai berlatih berguling dan mengangkat kepalanya dalam posisi tengkurap. Baru di usia 5 bulan ia bisa tengkurap sendiri.

Kamis, 24 November 2011

kaka dan emak gue

secara terpaksa, gue tinggal kaka berdua saja dengan emak gue di kontrakan. gue harus mulai kerja. dari pagi sampai sore. tapi ngak deng...saya usahain kerja efektif. begitu bisa pulang, saya langsung chaooo....
saya masuk kerja mulai 16 november kemarin. untugnya belum ada liputan yang menyita waktu seperti raker apbn di dpr. saya kerja ke kantor atau liputan. abis itu pulang. yah, sebelum kereta ramai saya udah sampai rumah. biasanya kaka baru bangun tidur, lagi digendong emak gue, atau baru selesai mandi sore.
awalnya agak-agak nggak tega ninggalin kaka. untungnya, saya ninggalinnya ke emak. bayangin kalau saya harus ninggalin kaka ke baby sitter aja. mungkin bekerja pun saya nggak tenang, takut kaka dikasih obat tidur lah, dibawa ngamen lah, dibawa kabur, seperti cerita-cerita yang sering saya dengar.
sekarang yang kasihan adalah emak gue. emak gue yang terbiasa rame, banyak temen ngobrol, sekarang harus tinggal beduaan dengan kaka yang baru bisa nangis, ketawa, dan bersuara dasar. imbasnya juga ke aba. aba yang ggak bisa ditinggal beduaan sama nenek harus ikut ke jakarta. alhasil, aba keliling-keliling, dari rumah rahma, ke rumah eha, ke sunda kelapa, ke kontrakan gue, ke rumah tante gue. pokoknya gimana caranya supaya selama emak gue di sini, aba juga tetap di sini.
nenek gue juga ikut kena. nenek yang biasanya ditemenin emak gue di lampung, sekarang harus berduaan aja sama zahra. kebayang nggak nenek-nenek dan anak kecil beduaan aja di rumah sebesar itu. huahhh....untung tetangga baik-baik, gantian nemenin tiap malam, gantian bantuin beberes rumah. sampe kapan ya begini? ya sampe gue nggak kerja lagi....hehehe

Bingung Puting

eh eh eh....ternyata puting juga bisa bikin bingung. dan kaka mengalami itu. berawal dari kebiasaan gue ngasih susu lewat botol waktu nenen gue bocel-bocel. dan sekarang gue nyesel banget. kenapa gue nggak tahan aja. kenapa gue kepikiran pake botol, nggak sendok atau gelas sloki aja. huahh....
dua bulan lebih kaka bingung puting. dan sekarang, kamis, 24 november 2011, kaka bener-bener nggak mau lagi. biasanya, kalau gue gendong sambild iayun-ayun, dia mau nyusu. atau kalau lagi tidur malam, gue susuin juga mau. kemarin malam, gue susuin pas dia tidur, dia bangun dan teriak-teriak. tadi subuh juga. eahhhh...gue sedih. bukan soal capek mompa asi terus. tapi soal pengen ngerasain deket sama anak gue, pengen kayak orang-orang yang nyusuin di tempat umum pake apron, ah pengen pengen pengen...
pernah kaka mau nyusu lagi. tapi emak gue nggak percaya dia kenyang dengan cara itu. hasilnya, emak gue kasih lagi susu lewat botol. gue bilang mau ajarin minum pake sendok atau gelas, emak gue bilang belum tentu yang ngasuh nanti mau ngasih susu dengan cara begitu karena emang butuh kesabaran. gue udah beli cangkir khusus buat minum susu nya medela, tapi belum pernah dicoba. kalau udah begini, rasanya pengen pulang, terus ngasih susu dengan cangkir itu.
ngedot buat kaka bukan lagi sekadar minum susu. toh dia sekarang ngisep susunya nggak sebanyak dulu. ngedot, buat kaka, adalah rekreasi. dia senang main-mainin dot itu dengan lidahnya. dia berhenti nangis kalau dikasih dot, meskipun akhirnya cuma dimain-mainin pake lidah. dia juga sekarang mulai belajar megang dot.
dulu, gue nggak mau liat kaka dikasih dot. emak gue, nenek gue, tante gue, lah yang ngasih.
mertua gue rada nggak suka liat kaka minum susu pake dot. tapi mau gimana lagi?
yang gue takut bukan rahangnya jadi jelek, toh ponakan-ponakan gue juga tumbuh dengan dot. tetep aja cantik-canting dan ganteng-ganteng hehehe. gue dan adik-adik gue juga besar dengan dot, nggak ada yang tonggos kan? heheheee....
yang gue takut adalah produksi asi gue berkurang dan lama-lama akan habis. temen sekantor gue yang juga ngasih asi lewat botol cuma bisa bertahan 4,5 bulan karena asi-nya kering. malahan temennya ada yang cuma sebulan. ahay...saya nggak mau begitu. saya pengen minimal enam bulan, syukur-syukur bisa dua tahun minum asi. biar sehat, biar pintar, biar...biar...biar....

Rabu, 23 November 2011

Dan Kaka pun Hadir (4-BCB)

ini bukan perawatan profesional. Saya dirawat secara khusus di BCB, kamar atas, oleh perempuan-perempuan berpengalaman. Ada emak, tante, dan beberapa hari kemudian nenek datang dari lampung.
di sini, masalah saya adalah menyusui. asi saya belum terlalu banyak sehingga setiap hari saya disodorin bermngkuk-mangkuk sayur bening, berbotol-botol susu (sapi maupun kedelai), dan makanan-makanan pendukung lainnya. tau yang dimaksud dengan makanan pendukung? nasi dan tempe/tahu goreng. konon, ibu menyusui belum boleh makan pedas, belum boleh makan yang enak-enak termasuk makanan bersantan. ahay...saya tidak mengeluh, cuma ngerasa lucu aja kok saya bisa juga makan makanan seperti itu.
masalah menyusui lainnya adalah puting saya yang luka. alhasil, setiap saya menyusui, saya hampir nangis. yang parah payudara kanan, sampai putingnya mblesek atau ilang. yang saya susuin akhirnya sebelah kanan. tapi..kata emak, payudara yang nggak disusuin bisa lebih kecil, akhirnya saya cari akal. saya nekad ke ITC, beli pompa asi. dapatlah medela harmony yang harganya 475.000. dengan alat itu, saya berhasil ngeluarin asi dari sebelah kanan. masalahnya, kaka kini harus minum asi itu pakai dot. sumpah saya nggak tega. saya nggak mau liat pertama kali kaka disentuh dot. dan gara-gara dot laknat itulah akhirnya kaka nggak mau lagi nyusu langsung. di hari ke 20 (sekitar itulah), kaka mulai menangis setiap kali saya nyusuin dia langsung. sedih tak terhingga.
kesalahan saya yang pertama adalah ngasih asi dengan dot itu. mestinya saya konsultasi dengan dokter dulu, harusnya kaka dikasih asi dengan sendok, gelas, atau pipet. supaya dia nggak bingung puting. terlanjur sudah. pengen ngeberentiin pake dot, emak saya ngelarang. katanya, di umur kaka 3 bulan nanti juga dia bakal pake dot karena saya harus masuk kerja. dan saya menurut aja, ngebiarin kaka bingung puting. padahal, kalau nggak disusuin, asi saya bisa kering sebelum enam bulan. sekarang saya cuma bisa berdoa, saya mau asi saya tetap ada. berjuang!

Dan Kaka pun HAdir (3-Budhi Jaya)

Di sinilah saya akan dirawat sampai saya sedikit pulih: Budhi Jaya Utama. Rumah bersalin ini adanya di Depok Timur. Nggak besar, tapi dokternya ok punya. salah satunya ya dokter Maman itu, yangngakunya lulusan UI, seniornya dr Tofan, dan informasi lin yang saya dapat, dia praktik di hermina dan HGA.
Yang bikin enak, di RB ini keluarga saya bebas masuk. bayangin, dari keluarga tante yang jumlahnya empat, lalu aba, emak, eha sekeluarga, rahma sekeluarga, bebas nungguin. sampai-sampai aba nebeng tidur di ruang kelas VIP pun nggak ditegor (mungkin nggak ketahuan).
sekarang masalah saya adalah asi. dua hari setelah kaka lahir, asi saya belum juga keluar. padahal niatan dari awal mau kasih aja sampai enam bulan. tapi kaka nggak putus asa, dia tetap nyedot walaupun kosong. dan sedotannya itu nggak sia-sia. setelah dibantu dengan pencetan suster ke payudara, cairan kuning itu pun keluar. konon itulah kolostrum, cairan pertama asi yang bakal banyak ngandung antibodi. di situlah pertama kali kaka dapat asupan dari saya, ahay...hebat. badan saya yang kecil ini bisa kasih asupan buat kaka. hari ketiga barulah air susu saya keluar, sedikti saja. hebat, sampai hari ketiga kaka baru dapat susu. saya sih nggak khawatir, soalnya sebelumnya udah dikasih tau bahwa bayi baru lahir itu kuat sampai tiga hari tanpa ada asupan. hebatnya, kaka nggak kena kuning kayak bayi kamar sebelah yang katanya harus pake disinar biru segala.
MAsalah kedua, badan saya masih sakit. alhasil, kalau mau menyusui, kaka harus diangkatin dan ditaro di samping saya. saya belum bisa duduk sempurna, apalagi dengan bawa bayi. mau ke kamar mandi pun saya masih harus ditopang. ini dia penderitaan ibu yang melahirkan sesar, sementara ibu yang melahirkan normal mungkin udah bisa jungkir balik di hari kedua.
Kaka dirawat di ruangan saya. setiap pagi diambil untuk dimandikan, dijemur, ditimbang, dan ketemu dr anak. setiap sore juga diambil untuk dimandikan.
Saya baru bisa keluar dan jalan-jalan di hari ketiga. itu dengan membungkuk, dengan menahan sakit, dan alhasil muka selalu meringis. tapi alhamdulillah, semua baik-baik saja sampai saya pulang. saya pulang dengan tenang, setelah ongkos melahirkan yang lumayan murah dibanding di Bunda terbayar, setelah perban saya diganti plastik, setelah konsultasi terakhir dengan dr kandungan, setelah ketemu dr anak (pupung sih yang ketemu) dan saya maupun kaka dinyatakan sehat, kami pun pulang dengan taksi, ke BCB tentunya. emak, aba, masih setia menemani.
nanti, di BCB, saya bakal menghadapi perjuangan menuju nikmat ibu muda. selamat datang di BCB kaka.

Dan Kaka Pun Hadir (2-HGA)

Di Hasanah Graha Afiah (HGA) saya langsung di bawa ke ruangan besar yang di dalamnya ada tiga tempat tidur, beberapa petugas medis, dan sejumlah keperluan operasi. Masih dalam keadaan mules tak terhingga. di situ saya dipersiapkan. Pakaian saya dibuka, telanjang, lalu ditutupi selimut. Seorang suster dari Budhi Jaya tetap menemani saya. Samar-samar saya mendengar percakapan antara suster Budhi Jaya dengan suster HGA, intinya, suster HGA marah-marah karena bagian perut saya, dekat kemaluan, belum dibersihin. ahayy....saya nggak tahu harus bersih-bersih dulu sebelumnya. eh, tapi bukan berarti kotor ya... dan suster itu pun membersihkannya.
selesai siap-siap, saya didorong ke ruang operasi. ada beberapa orang, anthara dokter dan perawat saya nggak tau. nggak lama, sampai, saya langsung disuruh duduk.
"Membungkuk sedikit," kata dokter laki-laki.
"sedikit lagi," katanya.
Dan, cusss.... tulang punggung saya disuntik. anastesi.
langsung, mules yang tadinya bikin saya rela menyerahkan apa saja yang saya miliki, langsung hilang.
"Mulesnya masih kerasa?" seorang doketr bertanya.
"Nggak," kata saya.
"Ini kerasa nggak?" dia bertanya lagi.
entah apa yang dia pegang, tapi saya sama sekali nggak ngerasa apa-apa.
ok. itu pertanda bahwa perut saya segera dibelek. dalam proses itu, saya nggak dengar suara ribut-ribut alat operasi. padahal saya ngebayangin seperti yang di serial ob/gyn Korea itu. tapi, saya malah dengerin obrolan soal sahur bersama anak yatim. ada pula dokter yang minta beliin sate buat sahur. ahayyy...saking seringnya ngoperasi orang, operasi yang bikin saya jantungan ini buat mereka seperti nyuci piring aja, santai kayak di pantai. padahal...berbagai pikiran buruk muncul pas operasi mau dimulai. ya takut biusnya kebanyakan terus saya nggak bangun-bangun lagi, takut nanti guntingoperasinya ketinggalan, takut nanti pendarahan, ah macam-macamlah.
di tengah berbagai pikiran buruk itulah tiba-tiba saya mendengar suara seperti kucing teriak-teriak. suaranya kencang.
tiba-tiba seorang dokter perempuan nyodorin bayi di atas saya dan mengarahkannya ke dada.
ahay..ini dia imd, inisiasi menyusui dini. nggak lama, mungkin cuma 5 menit. si kaka langsung dapat puting saya, meskipun belum ada airnya, dia isap juga.
"bayinya laki-laki, jari tangannya lengkap, jari kakinya juga, telinga, mata, semua lengkap," kata dokter perempuan itu.
di perut saya, para dokter yang lain masih juga bekerja, mungkin tetap santai karena orolan tetap berlangsung.
nggak sampai 30 menit operasi itu selesai. saya belum ngerasa apa-apa ketika didorong ke ruang persiapan tadi.
di ruangan itu, saya disuruh istirahat. tapi nggak bisalah. saya tetap melek sampai pagi. sampai seorang suster datang dan minta baju saya karena mau dibawa ke ruang perawatan.
tapi...sial tidak bisa ditolak, tas yang say persiapin untuk di RS, dibawa pulang om. dan baru bisa dianter lagi setelah subuh. ahh..saya terpaksa telanjang sampai pagi benar-benar datang.
yang bikin saya nggak bisa tidur sampai pagi adalah rasa mual. uh....entah apa yang tersisa dalam perut saya setelah saya muntah parah sejak di budhi jaya tadi. tapi saya tenang, yang mual bukan saya seorang. di sebelah saya, yang operasinya kayanya di belakang saya, juga muntah parah. mual itu baru berenti ketika suster nyuntikin obat antimual di infus.
nggak lama, suster nganter teh hangat. saya disuruh minum. tapi, ingat-ingat cerita temen yang katanya nggak boleh makan atau minum sebelum buang gas pascaoperasi, saya awalnya menolak. susternya ngejelasin, bahwa sekarang nggak apa-apa makan-minum walaupun belum buang gas. dan saya pun minum, lalu muntah lagi.
agak siang baru saya bisa pindah ke ruang perawatan. saya dibawakan kemeja belah depan yang umurnya udah agak lama. dan ajabi. kemeja itu nyaris nggak bisa dikancing karena dada saya membesar. hahahaa....
tapi saya pakai juga dan baru ganti lagi setelah muntah. rupanya obat mual cuma bertahan sebentar.
Di HGA, saya cuma diraway sehari. Kaka diantar ke ruang saya dirawat. sesekali saya susuin, meskipun belum keluar air. di situlah handai taulan mulai datang. dimulai dari pipan sekeluarga dan deden, lalu disusul nerin dan aryo, sambil bawa bak mandi segede gaban (hahahaaa...tengkyu sis).
tengah malam saya pun diantar ke Budhi Jaya untuk perawatan sampai empat hari ke depan.

Jumat, 14 Oktober 2011

Dan kaka pun hadir

Ini bakal jadi cerita terpanjang dari semua cerita soal kakak karena ini cerita akhir kehidupan dia di dalam perut, menuju dunia bebas untuk ketemu langsung dengan saya, papanya, nenek, tante, om, kakak, teman, saudara, mudah-mudahan sih nggak usah ketemu musuh.

Kamis (18 Agustus 2011) emak dan aba datang dari Lampung ke rumah tante. Tapi karena udah terlalu malam, saya baru datang besoknya. Jumat malam sabtu saya nginap di tante. Papup masih di kontrakan.
Sebenarnya malam itu saya belum curiga apa-apa karena prediksi lahiran masih tanggal 22-28 Agustus. Cuma, kata orang, emang bisa lebih cepat.
Malam itu saya keluar cairan kental kayak lem. Tapi tanpa darah. Tapi kata dokter Tofan (pertanyaannya saya titip ke Rance yg kebetulan lg ke dokter) itu keputihan biasa.
Pas sahur, saya bangun dan makan seperti biasa. Duduk di kursi panjang. Tiba-tiba berasa ada cairan keluar. Saya langsung ke kamar mandi. Bener kan, ada cairan keluar yang bukan air kencing. Cairannya kental licin, ada darahnya dikit. Saya langsung berenti sahur dan nanya ke emak. Katanya, itu tanda-tanda, tapi masih lama. Mereka lanjut makan sahur sementara saya mulai gelisah takut itu air ketuban yang merembes. Walaupun belum kerasa mules, Papup langsung saya minta datang dengan tas pakaian yang udah disiapin buat ke rumah sakit.
Pagi-pagi, kebetulan itu hari sabtu, om nganter ke RSB Budhi Jaya Utama yang di Depok Timur. Di sana saya langsung diminta masuk ke ruang tindakan. Seorang bidan kemudian minta saya ngangkang di atas tempat tidur yang kayaknya khusus buat bersalin, tempat tidur tinggi, busa lapis kulit sintetis warna hitam, dan lubang di tengahnya.
Dengan sarung tangan karet, bidan itu kemudian masukin jarinya ke vagina, dia bilang baru pembukaan satu. Tapi memang cairan lendir dan darahnya lebai. Sementara ketuban masih utuh, belum pecah. Saya diminta nunggu 2-3 jam lagi untuk periksa lanjutan.
Tapi akhirnya kami memilih pulang. Katanya di rumah bisa lebih rileks. Emang sih rileks, tapi mules dan sakit perutnya muali datang teratur. Tiap mules itu datang, saya jalan dan jongkok atau nungging. Tapi selebihnya saya lebih banyak ngobrol. Malah sempat-sempatnya ngobrolin jalan ke pasar kaget Juanda yang muncul tiap Minggu pagi.
Semakin sore mulesnya tambah nyata. Tante juga mulai rajin nanya, mulesnya dateng tiap berapa menit. Abisa magrib, setelah semuanya makan, kami berangkat lagi ke Budhi Jaya. Masuk lagi ke kamar tindakan. Bidannya udah beda. Tapi dia bilang ini baru pembukaan dua. Huahhh... Baru dua aja udah lebai banget sakitnya.
Itu jam tujuh. Sambil terus meriksa, tangan saya dipasangin jarum buat masukin obat atau infus. Saking sakitnya mules yang datang teratur itu, tangan saya kiri dan kanan ditusuk-tusuk jarum pun udah nggak kerasa.
Jam 9 malam masuk pembukaan 6. Ketuban belum pecah. Bidan masih mondar-mandir. Emak sama papup nungguin di dalam. Tante, om, dan aba sesekali nengok. Jam 11 masuk pembukaan 9. Bidan langsung manggil dokter Maman Hilman, si dokter yang akhirnya nanti menolong persalinan kaka. Rumahnya di Pesona, jadi bisa cepat, kata bidan. Bidan semakin panik karena lubang infus belum juga didapat.
Dokter datang jam 12 kurang. Udah pembukaan 10, tapi katanya bayinya belum turun. Akhirnya dia pecahin ketuban. Katanya warnanya udah mulai hijau, artinya ada gangguan, mungkin lilitan.
Dokter nungguin lagi. Keluar masuk sambil nyuruh OB beli sate padang buat sahur. Jiahhh.... Baru jam segitu.
Pas dokter masuk lagi jam 12 lewat, periksa dalam, dia bilang bayinya belum turun juga. Dan kemungkinan nggak akan turun. Apagi saya ngedennya emang nggak kuat. Udah keburu lemas.
"Sesar aja," dia mutusin.
Waktu periksa terakhir sama dr Tofan, memang ada lilitan, tapi kata dia cuma melintang jadi tetap bisa normal. Cuma, waktu periksa sama dr Maman beberapa hari sebelumnya, dia bilang bayinya belum turun, kegedean. Saya disaranin sesar. Cuma, saya tetap mau normal, yah selain lebih murah, bisa ngerasain sakit ngelahirin, bisa lebih cepat nyambung hamil, juga ngajarin anak buat berjuang keluar ke dunia hehehee.
Di sinilah sejarah bermula. Dalam keadaan sakit itu, saya ikut kata dr Maman. Sesar pun dipilih. Udah putus asa sama sakitnya dan tenaga yang udah nggak ada. Akhirnya, dengan ambulance, saya pun diboyong ke Hasanah Graha Afiah.

Jumat, 19 Agustus 2011

kulit yang menghitam

Ini bukan cerita tentang kulit saya yang menghitam karena liburan di Bali atau di Lampung. Nggak semua bagian kulit menghitam, si pigmen rupanya pilih-pilih tempat juga. Mungkin ini karena hormon hamil tua.
bagian pertama leher. Nggak sampai hitam garis-garis seperti yang pernah saya lihat pada salah seorang teman yang sedang hamil tua juga. Tapi agak bedalah dgn sebelumnya.
Kedua, ketiak. Huhuhu...ini sungguh bikin sedih. Saya nggak bisa pake baju besar longgar yang ketiaknya kelihatan lagi. Nenek saya sempat bilang, "itu bulu ketek ya?" He?????
Ketiga, pangkal paha depan. Ini hitamnya aneh, bercak-bercak kayak motif macan tutul ‎hehheee... Bercak-bercak yang sama jg ada di bagian bokong, tapi cuma sedikit.
Oh iya, sedikit perut bawah juga ada bercak, tapi saya nggak bisa lihat jelas.
Suami sih nggak keberatan. Ya iyalahh...mau diapain lagi? Dia cuma menghibur sedikit, "Namanya juga ibu hamil."

Rabu, 17 Agustus 2011

jalan tol

Dua hari lalu saya ke dokter kandungan. Tapi kali ini bukan dr Tofan, bukan pula di RS Bunda Margonda. Saya coba-coba dr Maman Hilman di RSB Budhi Jaya, Depok Timur. Saya pilih dr ini atas saran seorang teman. Dr Maman praktik di Hermina dan HGA juga.
Awalnya saya datang ke RSB Budhi Jaya cuma untuk survey melahirkan normal. Pergilah saya dengan suami, yang hari itu bela-belain nggak masuk kerja, ke situ di pagi hari. Dari situ rencananya kami mau ke Depok Jaya, sekalian kontrol dengan dr Asmawinta, itu juga dr yang baru akan saya coba. Sama dengan dr Maman, dia juga praktik di Hermina dan HGA. Nah, pas liat ruang perawatan di Budhi Jaya yang sepertinya bangunan baru, suami langsung tertarik. Kamarnya gaya rumahan, ada kulkas, ac, tv, wastafel, kamar madi dalam. Itu untuk VIP A dan B serta kelas 1 a dan b.
Tapi saya bilang ke suami, lihatlah yg RSB Depok Jaya dulu. RSB itu lebih terkenal diceritain di blog orang. Dan nampaknya lebih tua juga usianya.
Akhirnya, setelah sempat mampir sebentar di RSB Sumber Bahagia yang juga di Depok Timur, saya dan suami ke Depok Jaya, Jl Rambutan, Depok I. Ada dua bangunandi situ, bangunan lama dan baru. Tapi kami masuk ke bangunan baru karen apraktik dokternya di situ. Setelah daftar, dapat nomor antre dua. Suami langsung jatuh cinta sama sitausinya yang adem, sepi, dan bersahabat. Sambil nunggu dokternya yang katanya baru berangkat dari HGA, kami iseng liat kamar. Susternya ramah, mau nganter ke setiap kamar di bangunan lama itu. Saya lupa ada berapa kamar, tapi ada VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III.
Tapi, ruangan-ruangan itu sungguh membuat kami nggak tertarik lagi. Ruangannya kecil. Fasilitasnya tua, juga kamar-kamarnya. Seperti kos-kosan di pusat kota yang di sekat-sekat tripleks dengan cat putih.
Akhirnya kami putuskan, nggak jadi melahirkan di situ.
Kami pun kembali ke ruang tunggu konsultasi dokter, sambil cari akal bagaimana supaya bisa kabur. Akhirnya saya pilih jalan halus dengan bilang saya mau konsultasi ke dr Nel aja besok. Alasannya, atas rekomendasi teman.
Kaburlah kami dari situ. Pulang ke kontrakan. Kami putuskan, kami coba dr Maman di Budhi Jaya yang jadwal praktiknya malam itu juga.
Abis buka puasa, kami berangkat ke sana. Dapat urutan 19, sekitar pukul 9.30 baru bisa konsul.
setelah ditanya-tanya dikit soal kondisi dan tempat kontrol selama ini, dr Maman langsung periksa. Dia pegang bagian atas perut, "wah bayinya besar," kata dia.
Dia bilang, usia kandungan udah 38 minggu. Dan bayinya sampai 3,5 kg. Tanpa periksa dalam atau yang lain2, dia langsung bilang saya agar melahirkan sesar.
"Ini sih harus lewat jalan tol, udah sesar aja," kata dia.
Saya dan suami kaget dong... Selama ini dr Tofan nggak pernah nyinggung-nyinggung sesar. Dia cuma minta saya kurangin makan atau minum manis dan banyak jalan supaya bayinya segera masuk ke jalan lahir.
Ah, apa karena saya ganti dokter mendadak? sering juga dengar cerita seperti ini.
Pengen nangis rasanya divonis sesar.
Saya dikasih waktu satu minggu, dan dalam satu minggu ini saya mau usaha supaya normal. Dan mungkin kembali ke dr Tofan.
Oh iya, dr Maman ini rekan dr Tofan jg di HGA. Kata dia sih, dr Tofan itu ade kelas dia waktu kuliah.

Senin, 15 Agustus 2011

tergila-gila keranjang rotan

Tiba-tiba saya teringat keranjang rotan tempat pakaian bayi yang ada di Inacraft april lalu. Harganya sekitar Rp400-600 ribu per keranjang. wujudnya kotak kerukuran sekitar 50-60 cm panjang, lebar 40-50 cm, dan tingginya mungkin cuma 25 cm. Warnanya pastel, biru muda, pink, kuning muda, ungu muda. Di dalamnya ada lapisan kain kota-kotak yang sampai ke mulut keranjang. Ada pita yang fungsinya selain untuk hiasan, juga untuk ngencangin kain nempel pada keranjang.
Saya naksir. Tapi entah bisa didapat di mana.
Dua malam saya hunting keranjang-keranjang itu di internet. Ada beberapa toko jual keranjang lewat pesanan telp. lucu-lucu bentuknya. Tapi belum nemu ukuran yang saya mau.
Lalu saya ingat cikini, stasiun kereta yang saya lewati kalau mau ke kantor. Di stasiun itu banyak keranjang rotan mentah, buat parcel, dsb. Ukurannya macam-macam. Cuma belum pernah tanya harga.
Saya juga ingat penjaja kerajinan rotan di sepanjang jalan menuju pasar minggu kalau dari arah kalibata. Dari keranjang sampai sofa, lemari, dan hula hop ada di sana.
Kenapa saya nggak beli keranjang mentah, lalu saya cat sendiri, dan dibuatkan lapisan dalamnya? Hmmm... Saya bisa bikin keranjang pakaian bayi, perlengkapan mandi bayi, atau keranjang pakaian kotor bayi dengan warna sama. kainnya? Saya bisa beli di tanah abang. Jahitnya? Numpanglah di rumah tante.
Ide itu udah saya pikirin dua hari dua malam. Sampai semalam baru bisa tidur jam 2 lewat, dan akhirnya nggak terbangun sahur, suami juga. Pagi ini, saya bertekad mau ke tenabang hunting kain dan peralatan jahit lain. Lalu pulang lewat cikini, beli keranjang rotan. Bagaimana?

Kamis, 11 Agustus 2011

RB, Klinik, atau RSIA?

saya bingung. saya takut.
harusnya, di usia kandungan yang udah 38 minggu gini, saya tinggal nunggu waktu melahirkan. rumah sakit udah tersedia. perlengakapan juga, apalagi biaya. nah, sekarang saya baru mau cari klinik atau rumah bersalin buat melahirkan.
awalnya, saya dan suami memutuskan untuk melahirkan di RS Bunda margonda. tapi melihat pengalaman teman yang melahirkan di sana biayanya jadi mahal, saya jadi jiper juga.
saya sih udah tanya biaya di sana, paling murah untuk normal, sekitar Rp7 juta. belum termasuk obat dan peralatan medis penunjang di luar standar.
saya sempat berpikir melahirkan di kampung ortu saya di lampung sana. biayanya masih Rp2 jutaan. Nah, masalahnya, suami gak setuju. selain khawatir sama kemampuan dokter sana, khawatir jarak tempuh rumah dengan rumah sakit, juga dia jenguknya susah selama 3 bulan saya cuti.
akhirnya saya cari alternatif, melahirkan di klinik atau rumah sakit bersalin aja. biayanya murah, hanya sekitar 3-4 juta untuk normal. udah pake dokter. tapi lagi-lagi suami takut.
"nanti kalo kenapa-napa gimana. ini anak pertama lho," kata dia beralasan.
dia sanggup nanggung dananya. kata dia. bagaimanapun caranya, dia bilang, saya harus percaya sama dia.
tapi kalau menurut saya, biaya yang dibutuhin akan lebih dari biaya persalinaan itu yg mungkin akan sampai Rp9 juta. masih banyak biaya pasca melahirkan yang bakal dikeluarin. perawatan nifas saya. imunisasi si kakak. perlengkapan kakak kaya stroller, tempat tidur bayi, dsb. hadoouuuhhh.....rupanya ini nggak segampang yang saya pikirin waktu membuatnya :P
ada banyak rumah bersalin di depok. saya telp satuper satu, ada kurnia asih di depok I, RB tugu ibu di depok II, Sumber bahagia di depok timur, budhi jaya utama di depok timur, naura medika, banyak dehhh...
dari informasi lewat telp, biayanya paling mahal Rp4 juta. toh sama-sama pake jasa dokter kandungan. selisihnya Rp5juta dari RS Bunda. uang segitu bisa buat nambah bayar kontrakan oktober depan, buat keperluan lebaran, dan banyak lagi. atau mungkin buat dp rumah. kalau nggak menghemat dengan cara begini, sampai kapan pun kami nggak akan punya rumah. saya memang nggak pernah sepikiran sama suami.
persoalannya, ada beberapa RB yang maunya saya periksa di situ dulu meskipun cuma sekali. biar mereka punya data, katanya. tapi, suami tetap nolak.

Rabu, 20 Juli 2011

siapa nama?

siapa pula nama kakak nanti? kalau mau enak sih, sebelum melahirkan udah ada satu nama, apalagi udah jelas cuma harus nyiapin nama cowok. soalnya, ntar rumah sakit biasanya langsung ngurusin akta kelahiran, jd kita nggak usah repot lagi.
saya sih nggak punya pilihan nama. tapi si pupung mungkin punya. dia pertama minta nama kakak rafael, langsung saya tolak mentah-mentah karena mirip nama personel smash, boyband indonesia yang rasa korea itu. juga, ibu saya pasti nggak suka.
akhirnya, si pupung nyari-nyari lagi. keilhatannya dia lagi jatuh cinta sama nama-nama jawa kuno atau sansekerta. kemana-mana dia suka bawa kamus jawa kuno dan satu buku kecil buat nyatet nama-nama bagus yang dia temuin di kamus itu.
saya sih belum liat hasil saringan dia. tunggu aja lah. yang pasti saya mau nama kakak netral-netral aja biar nggak nyusahin kalo ke luar negeri. siapa tau, ntar kakak jadi kakak the explorer yang kerjanya keliling dunia.

Jumat, 24 Juni 2011

kepala di bawah

kaki di kepala, kepala di kaki. itu kata peterpan. eh tapi bukan itu yang mau gue ceritain. ini soal kakak lagi, kepalanya udah di bawah, kata dokter tofan, waktu periksa kakak pekan lalu. tak ada pula lilitan di leher. artinya, kakak kemungkinan besar bisa lahir normal. uhhhuuyyyy..... sakit sesakit-sakitnya lahiran normal, tetap lebih asyik kayaknya. buktinya, emak gue bisa ngelahirin enam kali dengan cara normal. banyak juga cerita di kampung antah berantah yang sampe ngelahirin belasan kali dengan cara normal.
"sekarang jangan terlalu banyak nungging, kepalanya udah di bawah. nanti kalo kebanyakan nungging malah kepala naek lagi," kata si dokter.
gue ceritalah, bahwa gue disaranin banyak nugging kalo bangun tidur, banyak ngepel pake kain sehingga terpaksa nungging, dan banyakin salat karena pas sujud juga itungannya nungging.
"udahlah, salat juga biasa aja," kata dokter.
cuma, si kakak malah jadi kecil. dengan usia 7 bulan 1 pekan, mestinya berat janin udah sampe 1,6 kg. nah, si kakak ini baru 1,5 kg. cuma beda 1 ons sih.
dua bulan lalu, si kakak divonis kegendutan. gue disuruh diet karbo, es krim, dan cokelat. beratttt...tapi gue lakuin juga. gue makan pagi cuma roti atau biskui dengan segelas susu. siang baru makan nasi. sore makan lagi dikit, tapi malam nggak makan lagi, paling minum susu atau makan buah.
nah, pola makan seperti itu bertahan dua bulan. dan ternyata sukses bikin berat badan kakak normal, meskipun berat badan gue tetap nambah. sekarang berat gue udah 54 kg, artinya nambah 14 kg dari berat sebelum gue hamil. itu masih normal kalo ngitung kenaikan berat badan rata-rata ibu hamil maksimal 2 kg per bulan.
nah, karena berat kakak kurang, dokter minta gue nambah makan, plus cokelat dan es krim. nah, kalo yang eblakangan ini, pupunglah yang senang. dia penggemar cokelat, melebihi gue. dia juga suka es krim. maka, kalo gue beli cokelata tau es krim, dipastikan dia nggak bakal mau ketinggalan.
dua hari lalu, gue ngambek. alasannya sebenarnya kesalahan dia yang udah berulang-ulang, cuma entah kenapa gue nggak enak ngomongnya. takut dia tersinggung terus marah.
nah, dua hari gue diemin dia, sampe dia nggak ngantor juga gue diemin.
setelah dua hari itu, dia pulang malam, dan gue nggak nanya sama sekali. baru sampe rumah jam 11 kurang. dia langsung nyium perut gue dan pipi gue. terus langsung buka tas dan ngeluarin plastik alfa mart. di dalamnya ada 3 batang cokelat.
"ini buat mami (dia manggil gue mami, katanya mama mila), ini buat kakak...." dia pun mengangsurkan cokelat itu ke gue.
gue ngakak. belum pernah dia beliin gue cokelat begini, ada juga dia yang selalu minta beliin cokelat.
gara-gara itu, gue akhirnya baikan.
tapiii....dua cokelat itu akhirnya nggak sepenuhnya gue yang makan. satu batang malah 3/4-nya dia yang abisin. "nanti dibeliin lagi dehhh...." kata dia minta maaf.
nah, kalo perkara naikin berat badan itu emang paling enak. cuma, kayaknya harus dijaga juga. badan gue kecil. kalo janinnya kegedean, bisa susah keluar normal. ujung-ujungnya terpaksa sesar.

Senin, 11 April 2011

si kakak cowok

Saya nggak peduli, si kakak cewek atau cowok. Suami saya juga nggak. "Yang penting sehat," kata dia.
Si kakak akhirnya memilih untuk menjadi cowok, itu menurut penglihatan dokter lewat alat usg. Harusnya jenis kelamin kakak udah ketauan dari bulan kemarin, ketika periksa rutin sam dr tofan. Tapi, dokter yang baik hjati itu bilang, paha kakak nutupin selangkangan jadi gak keliatan. Malah sempet2nya si kakak sujud waktu di-usg.
Oh iya, dokter yg intip kemaluan kakak ini bukan dokter tofan, tapi dokter assangge. Tak ada pilihan lain, cuma ada dia dan dr shinta yang pernah bikin ibeth, teman saya yang terpaksa dikuret itu, trauma. Saya pilih dr assengge yang lulusan Unpad walaupun saya satu-satunya pasien dia, sementara dr shinta yang lulusan UI itu punya banyak pasien.
Dia ini emang pendiam, meskipun waktunya lebih banyak buat ditanya-tanyain karena memang nggak ada pasien lain. Waktu dia ngintip alat usg, dia gak ngomong, cuma merhatiin layar. Padahal lama banget, saya sampai nggak percaya dokter ini udah nemuin janin saya atau belum. Dokter tofan baru ada rabu dan jumat sore. Sementara saya butuh sekarang untuk sekalian minta surat keterangan buat naek pesawat.
Ah iya, si kakak mau saya ajak ke kalimantan. Dia harus banyak tau indonesia. biar dia jadi petualang kayak ehm ehm ehm...petualang cowok siapa yah?

Kamis, 07 April 2011

Ngidam

"Udah berapa bulan?"
itu pertayaan yang paling sering saya dengan sekarang, setelah perut saya membesar. Pertanyaan itu menggantikan pertanyaan "Tinggal di mana sekaragn?" setelah tahu bahwa saya baru menikah.
Habis pertanyaan usia kandungan, pertanyaan selanjuutnya udah bisa saya tebak, "Ngidamnya apa?"
Ahaiiii...saya belum pernah cerita yang satu itu. Konon katanya, ngidam itu selalu ada di trimester pertama kehamilan, mestinya saya sekarang udah nggak ngidam karena udah masuk ke bulan kelima.
Tapi, sebenarnya saya nggak pernah sampai ngerasain ngidam seperti yang diceritain orang-orang. misalnya, tengah malam minta mangga, atau mau mie ayam yang dijual keliling pake gerobak warna biru, atau seperti teman saya yang cerita dia nyari empal gentong sampai ke cirebon, bolak balik dalam sehari tapi begitu sampai di rumah, empal gentongnya sama sekali nggak dimakan istrinya.
Harusnya suami saya senang tidak saya repotkan. Selama hamil, saya belum pernah minta yang macam-macam. Memang saya sesekali cuma mau makan ini atau itu, tapi bisa saya cari sendiri, dari spaghetti, hotdog, sampai daging sapi masak lada hitam....hmmmm enak bener. pernah juga saya maunya makan tongseng ayam aja, pernah pegen gado-gado aja, sampai mie ayam aja. nah, makanan yang terakhir itu sampai bikin eneg, dan sekarang lagi ogah makan mie ayam.
Saya mau makan ini atau itu saja, lebih karena lidah saya pahit. Rasanya seperti orang yang sakit panas. dan konon itu harus saya rasain selama kehamilan. ah, sekarang udah mulai berkurang kok.
saya justru merasa direpotkan oleh suami saya. saya nggak percaya bahwa dia yang ngidam, aneh menurut saya. di bulan kedua, dia sakit, masuk rumah sakit 4 hari. lalu nggak mauk kerja dua pekan karena harus istirahat di rumah. Setelah sembuh, ia masih muntah-muntah hingga di bulan ketiga kehamilan saya, beberapa kali juga dia nggak masuk kerja karena mual-mual. beberapa kali dia juga minat dibeliin macam-macam, maunya makan sate kambing, es krim magnum, atau apalah. ah, itu sih bukan ngidam, cuma pengen biasa. Saya juga mau....

Rabu, 06 April 2011

Jalan-jalan terus nih

Ibu mertua gue selalu pesen, "Jangan capek-capek ya. Kalau ada libur, istirahat aja di rumah."
saya maklum aja, karena kehamilan saya ini berarti cucu pertama buat ibu mertua saya. Pupung tuh anak pertama. Saya juga sebenarnya anak pertama, tapi buat ibu saya, ini bukan cucu pertama. Dua adik saya sebelumnya sudah memberikan tiga cucu. JAdi, kalau saya berlelah-lelah juga mungkin tidak terlalu membuat ibu saya khawatir.
Pekerjaan saya menuntut saya untuk banyak pergi. BAhkan lebih banyak daripada sebelumnya, ketika saya belum hamil. Penyebabnya, di kantor saya itu personelnya berkurang, setelah ada yang resign, kemudian dipromosikan, kemudian di-rolling. karena belum ada pengganti, jadilah yang ada diberdayakan.
Dalam satu bulan, saya bisa keluar kota dua kali. Cobahitung, selama saya hamil, saya pernah ke India (waktu itu baru satu bulan dan saya belum tahu kalau saya hamil) lewat dunai yang jauhnya...minta ampun. itu perjalanan terjauh. Lalu, ke dalam negeri, saya pernah ke bali, jepara, bandung beberapa kali, puncak beberapa kali, lampung, ah dan saya pun lupa. tapi, perjalanan terberat saya adalah ke TEgal, sepekan lalu. ketika saya bilang ke ibu saya, beliau pun agak khawatir. pesannya, "hat-hati ya."
Perjalanan harusnya Rabu (30/4) pagi, dari Bulog di Gatot Subroto. Tapi saya pura-pura lupa hingga akhirnya saya ditelepon dan diminta menyusul dengan dua teman lainnya yang juga menyusul. Agak malas sebenarnya, tapi ketika saya ke kantor, saya pun diminta bos untuk tetap ikut.
perjalanan berat pun di mulai dari sini. saya niat naik kereta, tapi saya malas berangkat sendiri. teman-teman berangkat naik bus. malam pula, selepas deadline koran mereka. Pukul 10.30, atau nyaris pukul 11 malam, kami pun berangkat, naik bus gunung djati. perjalanan nyaris 6 jam, sampai di tegal jam 4 lewat subuh.
baru dua jam tidur, saya harus ikut rombongan kunjungan ke gudang bulog. sampai jam 11, lalu kembali lagi ke jakarta. perjalanan pun delapan jam dengan bus.
saya belum pernah naik bus sejauh itu, apalagi ke jawa, lewat pantura. jalanan yang baru pertama kali saya lihat secara langsung setelah bertahun-tahun sebelumnya saya cuma melihatnya di layar tivi, setahun sekali, setiap lebaran.
huhhh...setelah itu, badan saya remuk redam, sakit seluruhnya. saya berniat libur pada keesokan harinya karena sungguh badan ini nggak lagi kuat. tapi akhirnya saya tetap liputan siang hari. huuuaaaa...maafkan saya kakak...saya membuat kamu ikutan capek.

Sabtu, 26 Maret 2011

Si Kakak

Kami menyebutnya "Kakak". Tau kenapa? Saya ceritakan awalnya. Papung tadinya menyebutnya "Dede", seperti sebutan banyak orang untuk janin. Tapi, panggilan itu nggak sesuai, menurut saya. Di dunia manusia, Dede itu panggilan anak ke adiknya, atau orangtua yang pengen ngajarin anaknya manggil adik dengan cara manis.
Tapi, saya mau ngajarin Kakak menjadi seorang kakak sejak dia masih di dalam rahim. Yah, sekarang sih dia baru jadi janin 19 pekan. Dia akan punya adik tentunya, karena saya dan Papung berniat punya anak lebih dari satu.
Nah, untuk itu, dia harus belajar jadi kakak sejak dini. Jadi kakak itu nggak gampang. Saya tahu karena saya adalah seorang kakak dengan empat adik. Setiap mereka ada masalah, ibu saya minta saya bantu nyelesain. Memang sih, saya nggak banyak bantu, tapi lumayanlah buat ngeringanin beban orangtua.
Waktu mereka kecil, saya juga ikut bantu jaga mereka, ibu saya nggak kenal baby sitter tentunya.
Saya memang nggak akan bebanin si Kakak dengan tugas macam-macam, tapi suatu saat, peran dia sebagai kakak pasti harus kelihatan juga kan.

Jumat, 25 Februari 2011

jerawat berebut tempat sampai ke punggung

tak ada rotan, akar pun jadi. tak kebagian tempat di muka, di punggung pun tak apa.
mungkin begitu pikiran jerawat-jerawat saya yang mulai bertumbuhan di kawasan punggung.
sejak awal kehamilan, jerawat saya sudah mulai berani menunjukkan diri. mereka datang seperti gerombolan FPI yang mau menggrebek tempat hiburan malam menjelang bulan ramadan. Kalau FPI senang beroperasi di wilayah atas peta jakarta atau utara jakarta, jerawat di wajah saya juga tumbuh subur di wilayah atas, jidat. lalu menelusuri pinggir wajah, sampai ke dagu. sungguh saya bersedih kalau sedang mencuci muka. tangan saya seperti memegang kulit durian. ah, mungkin berlebihan. tapi ya begitulah kira-kira.
mereka datang tak bilang-bilang, ya persis FPI itu. hari itu tidak apa-apa, esok sudah tumbuh beberapa jerawat dengan puncak putih kekuning-kuningan seperti bisul yang siap pecah.
belum pecah si bisul itu, tumbuh lagi bisul yang lainnya. begitu terus, sampai akhirnya muka saya dipenuhi bisul-bisul kecil itu.
ini risiko, namanya juga ibu hamil. itu hormon.
teman saya menghibur.
anak kamu laki-laki, kalau dilihat dari muka kamu yang kusam.
teman saya yang lain ujung-ujungnya menghina.
biar saja mereka menghbur atau menghina sekalipun. saya bertekad tetap tidak berbuat apa-apa pada jerawat-jerawat kecil saya ini. dulu, kalau muncul jerawat seperti ini, saya langsung beli obat. malah, saya sempat ke dokter saking putus asa mencari jalan berhenti menganggap muka saya ini sebagai durian.
sekarang saya harus tahan, tidak sampai enam bulan lagi, ditambah enam bulan menyusi, saya akan membasmi jerawat-jerawat ini. sekarang, silakan menempati seluruh permukaan kulit saya.