Rabu, 16 Oktober 2013
Perjalanan Malam
Dua pekan ini saya bolak-balik ke Lampung. Terakhir adalah akhir pekan lalu, bersamaan dengan libur Idul Adha. Saya berangkat siang, terlalu siang. Dan memperkirakan sampai rumah di Lampung sudah malam. Saya tahu, Kaka belum pernah jalan malam dengan menggunakan angkutan umum, dari ojek, angkot, bus, kapal laut, danberakhir di ojek lagi. Apalagi, sehari sebelumnya, Kaka sempat panas, kata si pengasuhnya.
Tapi saya yakin, perjalanan kali ini akan lancar. Benar kan, bus yang lamban dari Kp Rambutan menuju Merak memaksa kami harus naik kapal jam 19.00, dan baru berangkat setengah jam berikutnya. Nenek Kaka sudah menanti di Merak. Sampai di Bakauheni sudah jam 10.30. Terlalu larut memang untuk naik ojek selama 30 menit. Tapi saya nekad. Ibu saya pun nggak khawatir. Digendong ibu saya, akhirnya kami meluncur dengan motor bebek menembus malam.
Kaka nggak kenapa-napa. Mungkin saya lebai memperkirakannya. Selama di Lampung, Kaka juga aktif luar biasa. Main bola di siang hari bolong. Ke laut sore-sore saat angin bertiup kencang. Berenang di pasir. Ah, itu surga buat Kaka.
Kembali ke Depok, kami juga melakukan perjalanan malam. Gara-garanya, saya ogah jalan sendiri. Adik saya, yang kebetulan pulang satu jam untuk bawa titipan daging kurban, akhirnya menjadi teman saya. Jam 20.00 kami kembali meluncur dengan ojek. Persiapan saya memang tidak terlalu baik untuk perjalanan kali ini. Kaka memakai celana pendek, padahal udara cukup mengancam. Kaka juga sedikit makan. Tapi saya perbanyak susu biar perutnya terisi penuh sehingga tak ada tempat untuk angin.
Perjalanan kali ini lebih larut lagi. Saya mungkin agak kejam. Sampai di merah tepat tengah malam. Saya agak khawatir bus ke kp Rambutan telah habis. Tapi, di terminal rupanya masihtersedia banyak. Kami naik bus yang tidak biasa. Armada namanya. Bus ini berkursi dua-dua. Masih baru pula. Ruang agak lega sehingga kaka juga bisa duduk sempurna di kursi untuk berdua itu. Sepanjang jalan, Kaka nyaris tidak tidur. Dia terlalu gembira melihat kapal-kapal di lautan, bus-bus dan truk di jalan tol. Saya yang mengantuk, terpaksa menemaninya ngobrol. Tapi menjelang Jakarta, Kaka akhirnya menyerah pada kantuknya. Dia tidur lelap di gendongan saya. Di tengah lelapnya, kami pun tiba. Pukul 02.30 waktu itu. terminal Kp rambutan masih ramai oleh orang-orang yang baru tiba dariluar kota. Angkutan umum, bus, ojek, berseliweran. Tapi betapa sulitnya mencari taksi malam itu. Setengah jam lebih kami menunggu, tak satu pun taksi yang bersedia. Taksi malam memang jual mahal. Meskipun dia taksi merek terkenal. Kamipun naik angkot sampai Ps Rebo, berharap di sana ada taksi kosong.Lagi-lagi, setengah jam menunggu, tak juga ada yang lewat. Kami akhirnya naik angkot sampai kelapa dua, tiba menjelang subuh. Ojek pun nyaris tidak tersedia. Tapi akhirnya kami tiba tak kurang satu apa. Bersyukur untuk perjalanan lewat tengah malam, dengan angkutan umum, yang pertama buat Kaka.
Kehilangan Abba
Abba, bapak saya, begitu akrab dengan Kaka. Abba menemani Kaka tumbuh. Abba ada di dekat Kaka bahkan sebelum ia dilahirkan. Abba juga setiap hari di rumah sakit waktu saya dirawat lima hari pascamelahirkan Kaka. Waktu Kaka pertama kali bisa bicara, Abba-lah yang dipanggilnya. Sehari-hari, kala saya harus bekerja, Kaka juga menghabiskan waktu dengan Abba meskipun ada neneknya, ibu daya, dan si ifa, pengasuhnya. Maka, ketika Abba pulang ke Lampung, Kaka merasa kehilangfan. Dia seringkali nanya, "Mana Abba?"
Abba telah berpulang, Rabu, 2 Oktober lalu, setelah sakit sepekan. Abba mengalami darah tinggi, lalu stroke, koma, dan meninggal dunia. Prosesnya begitu cepat. Saya sempat bertemu dengan Abba di hari terakhirnya, meskipun sudah dalam keadaan tidak sadar.
Kaka tidak. Terakhir kali kaka berjumpa, ya akhir September itu, ketika Abba akan pulang ke Lampung. Selasa, 17 Oktober 2013. Sepekan setelah di Lampung, Abba pun sakit. Saya sempat beritahu Kaka. Dan Kaka sering berkicau dengan sendirinya, "Abba sakit, di Lampung." Dengan bahasa dia tentunya.
Saat saya menjenguk Abba di rumah sakit, Kaka nggak ikut. Dia datang ketika Abba sudah meninggal dunia, langsung ke rumah. Saya sempat memperlihatkan jenazah Abba ke dia. Tapi dia tentu saja belum mengerti. Dia tetap bilang, Abba sakit, di Lampung."
Ah, Abba. Ah, Kaka. Abba memang lamban, tapi Abba sangat saya andalkan untuk bantu jaga Kaka ketika neneknya pergi. Sering juga Abba saya mintai tolong jaga Kaka sendiri, ketika si ifa juga pergi. Satu yang paling saya ingat tentang Abba dan Kaka adalah saat Abba manggil Kaka, "Kaka..." dengan suara setengah seraknya, ketika melihat Kaka main sendiri. Sering juga Abba membawa Kaka keluar rumah, jalan pagi melihat anjing.
Kaka sering juga manggil Abba dari kejauahn. Ketika Abba di rumah adik saya, yang ada di seberang rumah, misalnya. Atau ketika Abba lewat depan rumah untuk ek warung. Dan Kaka selalu lompat-lompat saat menyerukan namanya. Kaka senang bersama Abba.
Ah, Abba, Kaka pasti akan rindu Abba. Semoga Abba tenang di sana, dan kami bisa berjumpa lagi dalam keadaan yang lebih bahagia.
Jumat, 30 Agustus 2013
Masanya Susah Makan
Di sebuah rumah makan vegetarian, saya baca artikel tentang ajakan buat nggak nyisain msebutir nasi pun di piring. Artikel itu di tempel ditempel di dinding-dinding rumah makan, jadi siapa pun bakal ngeliat. menurut artikel itu, kalau setiap orang Indonesia menyisakan satu butir nasi setiap kali makan, dengan asumsi makan sehari tiga kali, maka beras yang terbuangh sia-sia sehari sampai 12 juta ton. Wehhh! Bayangkan kalau beras itu dibagi2 ke orang yang susah makan, berapa orang yang bakal ketolong setiap harinya?
Oke, gara-gara artikel itu, saya teringat kaka. anak saya yang sekarang dua tahun itu susah makan. Susah di sini bukan berarti butuh bantuan beras, tapi dia nggak mau makan nasi. Kadang-kadang, nasi yang disiapin buat dia kebuang percuma. Nah tuh kan, nasi itu bukan cuma sebutir lho... entar ada berapa ratus, atau mungkin ribu. miris.
Kaka mulai nggak suka makan mungkin sejak tiga bulan lalu. Nggak parah-parah amat sih, sehari dia pasti makan juga. Cuma paling dua suap, berenti. Jadi, dua atu tiga jam berikutnya terpaksa kasih makan lagi. Saya sih mikirnya dia nggak mau makan karena kenyang minum susu. Jadi, pernah suatu kali saya kurangin susunya. Alhasil, emak dan tante saya suka nyindir. Aih... emak-emak zaman dulu sih emang gak masalah kalau anaknya nggak mau makan, asal minum susu. Nah, kan seiring dengan ilmu pengetahuan yang berkembang, bagaimana dampak susu terhadap tubuh kalau diminum berlebihan, mestinya ibu-ibu zaman sekarang nggak lagi berpikir sama dengan ibu-ibu zaman dulu. Emang sih, soal dampak itu masih kontroversial. Tapi, apa pun yang berlebihan tentu nggak baik kan.
Nah, kembali ke kaka susah makan. Saya udah nyoba berbagai macam menu, nyontek dari buku menu, browsing, atau majalah. Tapi, lagi-lagi belum sreg buat kaka. dia cuma sreg sama ikan lele dan telur. Sayurnya? Sup wortel, kentang, makaroni, dan ayam atau sayur bayam bening. Tapi kalau dikasih itu-itu aja,tentu dia bosan. Terbukti kan, terakhir dikasih lele juga makannya nggak banyak.
Caranya juag macam-macam. Dari sambil main sampai diajak keliling kompleks. Cara ini emang nggak dianjurin sih, tapi... ya sudahlah. Nanti juga bakal diusakan balik lagi.
Konon, setiap anak bakal ngalami masa kayak kaka ini, susah makan. Tipenya beda-beda sih, ada yang nolak makanan karena mau main terus, nolak makanan karena maunya makan yang itu-itu aja, dan satu lagi saya lupa hehe. Dulu, kaka juga nggak susah makan. Apa pund ia makan. Cepet pula. Kalau liat dia makan, siapa pun bakal senang karena nggak ada masalah. Nggak ada laergi pula. Tapi masa itu cepat berlalu ya. Pengen rasanya ngembaliin kaka yang suka makan kayak dulu. Gimana caranya?
Rabu, 21 Agustus 2013
Sukses ke toilet sendiri
Kalau si istrinyja Chris Martin,Gwyneth Paltrow, ngakunya jago toilet training, gue nggak deh. Tapi bukan berarti gue gagal ngajarin kaka ke toilet ya. Sejak minggu lalu, Kaka udah bisa ngasih tau kalau mau pipis. "Pipiss.." katanya nyameprin gue, sambil megang selangkangannya.
Gue boleh bangga buat yang satu ini. Meskipun gue nggak pernah libur kerja dalam waktu lama, gue sukses ngajarin dia ke toilet. Seminggu aja cukup. Itu berlangsung sekitar lima bulan lalu lah. Caranya standar, sabtu-minggu, ketika gue libur, kaka nggak gue pakein diaper. Jadi setiap jam gue bawa ke toilet, entah akhirnya dia pipis atau nggak, pokoknya gue bawa.
Awalnya, pipisnya memang nggak keluar. Jadi, gue ulang sejam berikutnya. Begitu terus, sambil ngucapin mantra, "pipisss...pipiss...pipisss" hahaha. Ketika akhirnya dia pipis, gue tepuk tangan sambil bilang, "hore... pipisss..." Akhirnya dia tahu, bahwa pipis itu adalah keluar air dari tititnya. Nah sejak itu, kalau dia mau pipis, dia juga ngucapin mantra, "pipiss...pipis...pipis..."
Susahnya adalah, karena gue kerja, awalnya belajar ke toiletnya nggak konsisten. Jadi cuma tiap weekend aja dia nggak pake diaper. Kalau hari kerja, tetap dipakein sama si ipah. Mungkin dia males bawa-bawa kaka ke toilet terus, atau takut kena pipis kaka. Emak gue juga sih. Karena emak gue salat kan, jadi kalau kena pipis kaka repot.
Meski begitu. sukses juga kan. Kepandaian ke toilet sendiri sebenarnya sesuatu yang alamiah. Setiap manusia suatu saat pasti tau seperti apa rasanya pengen pipis atau pengen bab. Tapi, bukan berarti mereka langsung bisa. Butuh latihan kalau nggak mau dibuat repot nantinya. Ya kan? siapa yang mau anaknya pake popok terus? siapa juga yang rajin ngelapin pipisnya atau buangin eok-nya?
Bagaimana awalnya kaka bisa bilang sendiri itu, bukan gue yang pertama kali tau. Adalah tante gue yang kasih tau gue. Pekan lalu, si mbaknya kan belum pulang. Tante yang kebetulan masihlibur sekolah, bersedia ngurus kaka selama gue kerja. Nah, pas mau gue tinggal, kaka gue pakein diaper biarnggak ngerepotin si tante nantinya. Tapi si tante malah ngelarang. "Nggak usah dipakein, dia udah bisa ngomong kok kalau pengen pipis," katanya. Gue baru ngebuktiin kepandaian baru kaka itu keesokan harinya, sebelum gue kerja. Wuiihh.. kalau udah begini, tentu asyik nih. Tinggal latih lagi supaya lebih jago kayak kita. Ahay!
Selamat Ulang Tahun, Nak
Dua tahun sudah usianya. Ahay... Nggak perlu perayaan besarlah, cukup tiup lilin. Kenapa tiup lilin? ini memang bukan tradisi kita. Cuma, Si kaka itu seneng banget niup lilin. Bukan karena ulangtahun atau apa pun. Di handphone si papa, ada game ngidupin lilin, terus tiup. Maka lilinnya akan mati. Yang terpenting dari tiup lilin ini adalah fotonya. Rencananya, setiap tahun kaka akan tiup lilin yang jumlah atau bentuknya sesuai dengan usianya. Buat kenang-kenangan sih. Jadi ketika liat foto ulangtahunnya, kita bisa lihat bagaimana perubahan dia setiap tahun.
Dua tahun kaka, apa yang udah dia bisa? NGomong pastinya. Itu yang nyata banget dibandingin denganulang tahun pertamanya di rumah nenek Bengkulu dulu. Hampir semua kata yang ada di sekitarnya udah dia ketahuilah. Dia juga mulai suka ngikutin apa yangkita omongin. Maih ada beberapa omongan dia yang sampai sekarang gue belum ngerti maksudnya, misalnya jan kucum. Dia suka teriak tiba-tiba "Jann kucumm...." Atau "oe oe oe... bakkk!" itu teriakan dia kalau gedor-gedor kamar mandi ketika ada orang di dalamnya. Teriakan yang udah lama sih, tapi sampai sekarang masih dia lakukan.
Dia juga udah mulai senang pergi sendiri, seperti yang gue tulis di cerita sebelumnya. Yah, mesti hati-hati sih. Soalnya dia juga mulai bisa buka pintu pagar.
Oh ya, Si kaka tuh nggak suka makan. Kalau makan, mesti diajak jalan-jalan. Jadi ketika perhatiannya teralih, dia akan makan. Itu bukan cara yang benar sih. Jelas-jelas psikolog kasih tau bahwa kalau anak makan, jangan diselingin dengan kegiatan lain. Apalagi nonton. Tapi ya, apa daya. makanan masuk tentu lebih penting buatnya sekarang ini.
Selasa, 20 Agustus 2013
Dari Planetarium ke Keong Mas
Menutup liburan sekolah, Minggu (18/8), Kaka jalan-jalan seharian. Bukan kaka yang liburan sih, karena belum sekolah. Tapi dia ikut meramaikan aja. Pilihannya adalah Planetarium di Taman Ismail Marzuki dan Keong Mas di Taman Mini. Dua-duanya menyuguhkan tontonan yang disukai anak umur dua tahun seperti Kaka.
Anak kecil mana yang nggak suka bintang dan bulan? Bintang beneran ya, bukan bintang korea atau hollywood hehe. Itu sih, tante-tantenya yang suka. Setiap malam, kalau keluar rumah, Kaka nggak pernah lupa untuk nengok ke langit. seringkali gelap. Kalau ada cahaya setitik, wah alangkah senangnya dia. "bitang" katanya untuk nyebut bintang. "buwang" katanya untuk bulan. Nah, di Planetarium kemarin, dia puas ngeliat bintang dan bulan. Bahkan matahari.
Berangkat dari rumah sekitar jam 8.30, tiba di TIM jam 9.30. Yang ikut lumayan banyak, mobil penuhlah. KEbetulan ada keponakan om dari Bangka yang sengaja datang ke jakarta buat liburan. Sampe di sana, langsung antre tiket. Tiketnya Rp 7.000 untuk dewasa dan Rp3.500 untuk anak-anak. Nggak lama, kami pun masuk. Bukan hanya Kaka yang anak-anak. Di tempat ini, sebagian besar penontonnya adalah anak-anak. bahkan ada yang masih bayi. Dulu, gue juga pernah ke sini. Suasananya masih sama. Tempatnya mirip bioskop dengan beberapa pintu keluar. Bedanya, ini layarnya di atas, seperti ada di dalam bola. Lalu, di tengah-tengah ruangan ada semacam proyektor yang bentuknya juga bola. dari situlah gambarnya berasal. Nah, karena ada proyektor di tengah-tengah, kalau pilih tempat duduk di sini lebih baik agak ke pinggir supaya pandangan nggak terhalang proyektor itu.
Sekitar 15 menit kami duduk di dalam. MAsih terang. Lampu baru dimatiin ketika filmnya akan dimulai. Di sini, mulailah teriakan anak-anak terdengar. BAnyak yang takut gelap rupanya. Kaka nggak teriak sih, tapi dia ketakutan. Dia tinggalin tempat duduknya, terus duduk di pegangan kursi sambil meluk gue. Tapi pas bintang-bintang udahmuncul, dia agak tenang, walaupun tetap nggak mau duduk di kursinya. sepertinya, "film" yang diputar nggak terlalu mengecewakan Kaka. Dia cuma agak takut ketika layar memperlihatkan gambar-gambar rasi bintang. Tapi abis itu nggak. Film dimulai dari malam hari, lalu ke siang. Abis itu, penonton diajak terbang dengan pesawat luar angkasa untuk ngeliat planet-planet. Rasanya kursi goyang, berputar. Padahal nggak. Yang berputar kan gambar di layar setengah lingkaran itu. Kayaknya film yang ditayangin agak beda dengan beberapa tahun lalu ya. Dulu ada cerita pagi hari, ketika matahari timbul di barat, perlahan-lahan naik dan hari pun jadi siang. Sekarang nggak. Matahari itu ilang. Tiba-tiba udah siang aja.
Usai di Planetarium, hari masih pagi. Filmnya cuma sekitar 45 menit kayaknya. Perjalanan pun lanjut ke taman mini. Sesuai dengan permintaan ponakan om. Perjalanan lancar, meskipun hari panasnya tiada tara. Rupanya banyak orang yang berpikiran sama dengan kami, menutup liburan, mungkinjuga merayakan hari kemerdekaan, di tempat itu. Taman Mini penuh. Di dalam pun macet. Aih, ini bikin nggak asyik ya. Perut pun mulai keroncongan. Lalu muncul sesal, kenapa tadi nggak bawa makanan dan tiker? Gelar tiker di pinggir kolam yang isinya pulau-pulau nusantara itu kayaknya asyik ya. Tapi, ya sudahlah. Lupakan makan. Kita keliling aja melewati rumah-rumah adat. Nggak ada yang dimampirin. Kami berhenti begitu sampai di Keong Mas. Oh ya, keong mas ini adalah teater IMAX yang bangunannya berbentuk keong raksasa, warnanya kuning. Seperti juga Taman Mini, teater ini didirikan Ibu Tien Soeharto dan mulai beroperasi 20 April 1984. Konon, teater ini memang memutar film-film yang mendidik, terutama tentang kekayaan alam Indonesia. Sekali lagi, kita nonton di situ.
Harga tiketnya Rp30.000, sama aja dewasa atau anak-anak. VIP Rp50.000. Tapi kami pilih yang biasa aja. Kebetulan sekali, film yang akan diputar jam 13.00 itu adalah born to be wild (kalau nggak salah). Sebenarnya ada beberapa kali pemutaran sih, sebelum film itu kayaknya ada dua lagi. Filmnya beda-beda. Nah, yang kita tonton ini adalah film dokumenter tentang gajah dan orangutan. Ah, betapa kaya Indonesia akan dua hal itu. Wuih... kebayang betapa senang Kaka nanti. Setelah nunggu sekitar 30 menit, kami pun masuk keong mas.
Seperti dugaan, film yang diputar adalah tentang penyelamatan dua hewan yang mulai langka itu. Cuma, gajahnya dari Afrika, bukan dari Sumatra seperti yang gue kira. Tokoh utamanya para bule, dua-duanya ibu penuh baya (kakaknya ibu paruh baya) yang katanya pecinta binatang. Mereka merawat gajah-gajah dan orangutan-orangutan yang mulai kehilangan tempat tinggalnya. Dimandidin, disusuin, dipeluk-peluk.
Betapa senang kaka ngeliat film ini. Aih, dia seperti ELF yang lg nonton konser suju. Teriak-teriak. Matanya nyaris nggak ngedip. Apalagi layarnya segede bagong. Suaranya juga super. Jadi berasa ngeliat beneran dia.
Keong Mas itu seperti bioskop. Cuma tempat duduknya lebih banyak. Ruangannya tentu lebih gede, bukan layarnya aja. Kalau diliat dari sisi bioskopnya, mestinya Kaka belum layak diajak ya. Kalau menurut para ahli sih, anak boleh diajak ke bioskop setelah usianya empat tahun. Kaka kan baru menjelang dua tahun. Tapi ya sudahlah. Selain filmnya cuma 45 menit, cerita dan gambarnya juga bikin Kaka senang. Apa yang lebih membahagiakan gue selain bikin Kaka senang?
Jumat, 16 Agustus 2013
Kaka Menghilang!
Kemarin, kaka menghilang. Semua orang panik dibuatnya. Bapak saya keliling kompleks, nelusurin gang-gang kecil di kampung dekat situ. Gak nemu juga. Adik saya, juga keliling kompleks. Dia ngeliat-liat rumah orang kalau-kalau ada tanda-tanda keberadaan kaka di situ. Suami adik saya, nyari agak lebih jauh lagi, pake motor.
Di tengah kepanikan itu, mereka nggak ngasih tau saya. Saya mungkin memang sedang sibuk nulis di kantor saat itu. Tapi, kalau saya dikasih tau, saya akan langsung pulang dan meninggalkan kesibukan itu.
Kejadian ini siang menjelang sore. Pagi harinya, sebelum saya berangkat, kaka dibawa tante ke rumahnya. Jaraknya nggak begitu jauh, hanya 100 meter dan masih di kompleks yang sama. Siang hari, karena tante mau pergi, kaka dititip ke adik saya yang kebetulan rumahnya di depan rumah saya. Di rumah adik saya, kaka main di halaman rumah bersama tiga keponakan yang kebetulan sedang liburan sekolah. Karena kelihatan aman, adik saya masuk. Dia mandi. Saat itulah kaka menghilang. Mungkin pintu pagar nggak ditutup, atau mungkin kaka udah bisa buka pintu itu.
Seminggu ini, kaka memang saya titip di adik saya. Saya harus bekerja. Juga begitu dengan suami saya. Kadang-kadang cukup saya titip di bapak saya yang kebetulan tinggal di rumah saya. Tapi karena bapak udah sepuh, lamban, nggak bisa nyuapin juga, akhirnya adik saya lebih banyak ngurusin. Cuma, adik saya tentu nggak bisa full ngurus kaka. Dia juga punya dua anak. Satu udah SD. Satu lagi baru setahun, rewel. Belum lagi harus masak. Adik saya lagi nggak pakai asisten.
Kaka harus dititip karena mbaknya belum pulang dari kampung sejak mudik Lebaran. Begitu juga ibu saya. Drama mudik ini memang mesti disiapin sih, karena kejadiannya pasti berulang. Beruntung mbaknya mau balik lagi, kalau nggak? Kan cari mbak baru akan lebih lama. Belum tentu juga cocok. Dan pastinya lebih mahal ya...
Saya kira, persiapan saya udah matang. Kaka sering kok saya tinggal sama bapak saya, kalau kebetulan ibu saya atau mbaknya lagi harus pergi. Apalagi sekarang ada tante, pastilah beliau bakal sering nengok karena kebetulan belum mulai ngajar. Ada adik saya juga. Tapi ternyata, karena gak ada satu orang yang khusus ngawasin, ya jadi begini. Apalagi Kaka mulai senang pergi-pergi sendiri. Rasa penasarannya gede. Dia belum juga kenal rasa takut sama orang asing. Pengennya keluar rumah terus, liat jalanan, liat mobil-mobil.
Apa yang paling saya takutkan ngebayangin kaka jalan sendiri? Terlalu seram untuk diceritakan.
Kondisi di kota jelas beda dengan di kampung. Di kampung saya, anak seusia kaka udah berkeliaran sendiri. Main ke laut sendiri. Masuk-masuk rumah tetangga sendiri, bahkan makan apa aja yang dikasih tetangga. Orangtuanya sibuk. Tapi tentu tetangganya udah paham. Dan semua saling kenal, jadi nggak perlu khawatir.
Lain dengan Kaka. Berapa persen sih orang kompleks yang tau siapa dia? Saya aja nggak banyak kenal orang kompleks. Coba kalau sama-sama dikenal, kan jadi lebih gampang. Ah, betapa mahal harga saling kenal ini ya. Padahal kompleks saya ini bukan kompleks mewah yang orang-orangnya selalu sibuk sehingga nggak sempat bersosialisasi dengan tetangga.
Jadi, di mana kaka ketika itu? Dia ada di rumah Bu RT. Beda blok dengan saya. Bu RT ini memang punya anak dua yang sedikit lebih tua dan sedikit lebih muda dari kaka. Semuanya cowok. Mainannya banyak. Semua kaka suka.Pernah suatu kali saya ngajak kaka jalan pagi keliling kompleks. Pas lewat rumah Bu RT, dia gedor-gedor pintu pagarnya. Ketika dibukain, kaka langsung masuk Saya pun terpaksa masuk. Ternyata kaka sudah asyik dengan mobil-mobilan. Kaka punya gaya khas, tidur miring sambil jalanain mobil2an itu di depan matanya. Cerita-cerita, Bu RT bilang bahwa kaka sering main ke situ sama mbaknya. Dan kalau udah asyik main, dia gak mau pulang. Oh... Pantas.
Mestinya, saya catat no telp Bu RT itu. Kalau-kalau Kaka menghilang, saya tahu di mana tempat mencarinya. Tapi tentu, saya nggak mau kaka menghilang lagi.
Selasa, 13 Agustus 2013
Mudik, Naik Kapal Laut
Kaka senang jalan-jalan. Naik apa pun, mulai dari motor, angkot, mobil, kereta, kapal, pesawat. Aih... gak heran ya dia tertarik sama jenis-jenis transportasi. Dia tau semuanya. Dan, hampir semua udah dia naikin, kecuali truk tentunya.
Di antara banyak jenis transportasi itu, dia lagi senang dengan kapal laut. Dia sebenarnya udah pernah naik kapal laut, waktu umur 3 bulan dan 15 bulan. Cuma, dia belum terlalu antusias sm kapal. Mungkin dia belum ngerti yah.
Nah, Lebaran kemarin, Kaka kembali naik kapal dalam perjalanan mudik ke Lampung naik mobil bareng kakek ayah, nenek ibu, nad, fahri, eha, faiz, dika, papa pupung dan gue. Berangkat malam takbiran. Sampe merak tengah malam. Di tol sih sepi, tapi di MErak rupanya masih ramai. MObil antre mau masuk kapal sekitar satu jam, nggak terlalu lama sih untuk ukuran orang mudik. Nah, di tengah antrean itulah ada kesempatan main di pelabuhan. Wuaah... betapa senengnya si Kaka begitu keluar mobil. Banyak kapal, meski yang keliatan lampu-lampunya doang. Kapal yang jauh berlahan-lahan mendekat. Tapi pas akhirnya sandar, di dermaga yang ada pas di depan kami, Kaka nggak terlalu antusias. Mungkin karena kapal jadi keliahatan seperti bagian dari bangunan pelabuhan aja. Kaka kembali sadar bahwa itu kapal ketika kapal itu berlahan-lahan lepas dari dermaga, jalan lambat keluar pelabuhan. Yang bikin Kaka kaget adalah suara kapal "tuuut...tutt...tutt..." yang menandakan kapal segera berangkat. Dia peluk gue erat-erat, teraik setiap kapal bunyi. ketakutan sekali tampaknya.
Tibalah giliran kami masuk kapal. Kaka nggak terlalu antusias karena seperti masuk ke dalam parkiran gedung aja. Di dalam kapal, Kami naik ke kelas yang nyaman. Telat sih, sebagian kelas udah penuh. Dapetnya kelas yang duduk di kursi biasa. Untungnya AC. Sebenernya milih masuk kelas yang nyaman demi menyelamatkan kaka yang nggak bisa diam. Takutnya dia keluar, lari-lari, kecebur deh..IHHHH... Atau takut kaka masuk angin karena anginnya kencang banget. Ujan pula. Eh, tapi ternyata banyak ibu yang milih tetap di luar kelas. Anaknya dipeluk erat-erat demi melindungi dari cuaca buruk. Kesian sih. tetap aja basah.
Meski udah di dalam kelas, Kaka rupanya nggak terlepas dari mabok. Isi perutnya keluar. Wuih... baju celananya kotor. Begitu juag nenek ibu yang gendong dia. oh ya, gue sih udah tepar duluan. Sebenarnya, sebelum berangkat, gue udah disaranin makein plester di puser kaka. biar nggak masuk angin. Tapi gue pikir, kaka udah dua kali naik kapal. Udah pernah cuaca ekstrem pula. dan dia baik-baik aja. Rupanya kali ini beda. Mestinya gue tetap berjaga-jaga ya, masangin plester itu. Ah tapi ya sudahlah. Siapa pula yang bisa nebak laut? Untung aja di tas doraemon ada minyak telon, sepasang baju ganti. Kaka pun segar lagi.
Sampai di Bakauheni, hari udah pagi. Pelabuhan indah. Tapi kaka nggak terlalu tertarik, mungkin karena abis mabok dan ngantuk setelah nggak tidur semalaman. Dia pun melewatkan pemandangan kapal-kapal itu begitu saja.
Tapi... begitu sampai di kampung kami, yang letaknya nggak terlalu jauh dari bakauheni (dari situ merak kelihatan), kaka senang bukan kepalang. Di laut, terparkir perahu-perahu nelayan yg diseutnya kapal laut. Gak seberapa jauh dari daratan juga berlabuh kapal ferry. Sepanjang kami di kampung, kapal itu nggak beranjak. Itulah yang jadi hiburan Kaka setiap hari. Pagi-pagi dia bangun, langsung keluar rumah dan ngecek kapal itu, lalu teriak sambil nunjuk "apau aut". Mari kita ke sana lagi, ka.

Selasa, 21 Mei 2013
Kupluk Vila
Kaka punya kupluk, warnanya gradasi hitam, cokelat, krem. Sebenarnya itu bukan asli punya Kaka, tapi warisan sang papa yang mungkin zaman mudanya suka pake kupluk, biar disangka mahasiswa pecinta alam. Padahal dia pecinta wanita.
Oke, kembali ke kupluk. Kupluk itu kelihatan imut cuma kalo dipake Kaka. Jangan bayangin kupluk itu dipake saya, apalagi papanya. Kupluk itu bikin kami jadi lebih kelihatan seperti warga sekitar puncak yang berdiri di pinggir jalan buat nawarin vila ke geromboloan mobil pesiar di akhir pekan. Ya, kupluk itu mirip banget sama yang dipake mereka. Tinggal pake sarung, jaket, berdiri dipinggir jalan, dan melamabi-lambaikan tangan. Ush!
Sebenarnya Kaka punya beberapa topi, selain topi bayi tentunya. Dulu, waktu usia Kaka belum genap tiga bulan, dia dapet hadiah topi dari Ibeth dan Kakak Alam. Pasangan yang waktu itu juga tengah menanti kehadiran putri tercinta, Kayla, ceritanya baru pulang dari pesiar di Taman Topi, Bogor. Karena namanya taman topi, tentu banyak topi di sana, selain bangunan berbentuk topi yang udah kusam di mana usia. Pingin beli, tapi bingung untuk siapa. Mungkin, Ibeth juga lagi semangat-semangatnya cari pakaian bayi, tapi karena usia kehamilannya masih terlalu kecil, jadi dia belum belanja. ah tapi gak usah bermungkin-mungkin, yang jelas dia beliin Kaka topi. Warnanya abu-abu. Ada nama Kaka di sana. Keren kalo lagi dipake Kaka. Thanks to Ibeth. Tapi, seiring dengan pertambahan usia Kaka, ukuran kepalanya juga nambah. Kepalanya tambah besar, dalam arti yang sesungguhnya. Topi itu pun nggak muat lagi, dan terpaksa disimpan.
Kaka juga punya topi merah, gambarnya spiderman. Topi ini pemberian simbak. Agak mengejutkan, memang. Waktu itu, simbak diajak nenek Kaka ke pasar tradisional. Pas di pasar, simbak misah buat belanja sendiri. Neneknya Kaka juga nggak tau bahwa salah satu barang belanjaannya itu adalah topi merah. Sekarang topi itu sering dipake kalau Kaka pergi naik motor dalam jarak dekat, panas-panas.
Ada juga beberapa topi lain, yang nyaris nggak pernah dipake Kaka. Karena, tpi favorit dia ya itu, kupluk vila tadi. jadi, kalau dia mau diajak keluar, dia disuruh ambil topi, yang diambil adalah kupluk vila itu.
Jumat, 10 Mei 2013
Kutu!
sodara-sodara, apa yang akan Saudara lakukan begitu menemukan telur kutu di rambut si kecil? Menggundulinya? Melumuri kepalanya dengan obat antiserangga? Atau menlepaskannya satu per satu, kemudian mencari induknya di sela-sela rambut gondrongnya?
Saya nemuin telur kutu di rambut kaka. Banyak. Ada yang sudah kopong dan ada yang masih berisi. Awalnya saya nggak percaya bahwa kaka kutuan. Dari mana? Lagi pula, saya pikir, mungkin-mungkin aja ada telur kutu, tapi kutunya nggak ada. Kan hampir setiap hari kaka dikeramas, mungkin kutunya ikut pergi dengan busa-busa sampo.
Tapi ternyata tidak, sodara-sodara. Sehari setelah saya menemukan telur kutu itu, saya menemani kaka menjelang tidur malamnya. seperti biasa, dia minta dielus-elus di bagian punggung (ini kebiasaan yang diciptakan sama si mbaknya, buat dia mungkin nggak ngerepotin, buat gue ini kerjaan banget.) Sesekali, dia minta garukin. Dan, apa yang terjadi di malam itu? Kaka memang minta digarukin,tapi bukan di punggung, di kepala! Astagahh.... Saya langsung teringat, apakah ini karena ulah si kutu rambut? Jadi benar dong, si kaka bukan cuma punya telur kutu, tapi juga kutunya! Rasanya geregetan, malam itu juga, setelah dia tidur, saya telusuri sela-sela rambutnya. Nggak jelas tentunya, gelap. Oke, kayaknya saya mesti bersabar nunggu besok.
Ketika akhirnya pagi datang, saya langsung menjalankan misi impian sejak semalam. Nyari kutu. Tuh kan... kan... bener kan... ada kutunya, kecil-kecil. nempel banget di kulit kepalanya. nyaris transparan. dan nggak cuma satu. Huhuhuuuu... semangat dong nyariin di sela-sela rambutnya lagi. Tapi dasar anak-anak ya...nggak betah diam dan kepalanya diobrak-abrik. ah... ya sudahlah. Saya jg harus berangkat kerja. Solusinya, menurut suami saya, kaka dibotakin. Ihhh.. pdahal saya pengen bikin kaka gondrong kayak roker.
Sebenarnya rambut kaka baru dipotong, minggu lalu. ini juga dilema sebenarnya. Saya pengen dia gondrong. Bapaknya pengen dia dipotong mohawk kayak pemain sepak bola entah siapa namanya. Tapi akhirnya saya potong sendiri, tanpa model, sambil lari-lari dan kaka teriak-teriak, "tatitt..." Keputusan motong rambut ini juga sebenarnya berawal dari garuk-garuk kepala juga. Suami saya bilang gatalnya itu karena rambutnya gondrong. salah kan teorinya. Itu karena kutu. Kutu itu udah bercokol dari minggu-minggu lalu kali.
Oke, sakarang kita bahas soal kutu. Saya pernah ngajuin ide ini buat tulisan di majalah MB, waktu saya masih kerja di situ. Tapi, ternyata udah pernah dibahas, belum lama. Saya nggak nemuin itu di katalog artikel yg pernah terbit karena memang belum dimasukin, saking barunya. Mana saya tau. Saya pernah searching, kutu itu bukan masalah orang indonesia doang, atau orang miskin, atau orang kampung doang. Di babycenter.com, ditulis bahwa kutu itu serupa infeksi, jadi bisa nyerang siapa aja dan menular. sebaiknya dibawa ke dokter. Seserius itukah? sebenernya kutu nggak membunuh, cuma bikin nggak nyaman aja. Kayak panuan, kamu nggak bakal mati karena panu, cuma nggak asyik kan? Cuma, saya belum pernah denger orang Indonesia bawa anaknya ke dokter karena kutuan. Mungkin ada, saya nggak denger ceritanya karena orang-orang itu bukan di lingkungan saya. Kebanyakan sih pake obat kutu aja, pedi*** misalnya. atau kalau di kampung saya zaman kecil dulu, disemprot ba***n. Tapi, apakah keduanya aman buat kaka?
Kutu memang identik sama orang kampung, tapi ternyata, menurut dokter di babycenter lagi, kutu tuh bisa nyerang siapa aja. Nggak pandang kaya, miskin, orang kita, orang kampung, atau apa pun lah. Yah, anak kota juga kutuan, kan, kadang-kadang? Cuma, memang ada karakteristik rambut yang disukain kutu. Kalau di amerika, misalnya, kutu lebih suka di rambut orang afro karena rambutnya kaku dan bergelombang. Mungkin dia ngerasa nyaman di sana. Di Indonesia, karena jenis rambutnya hampir sama, mungkin kutu lebih senang di rambut yang kotor. Tapi, sekali lagi... rambut kaka bersih. hampir tiap hari dikeramas. jadi kenapa bisa kutuan?
Saya boleh berprasangka dong. Mungkin dari mbaknya. Saya nggak pernah ngecek mbaknya kutuan apa nggak. Tapi, karena kaka kalo siang mungkin tidur bareng simbak, dan kalau malam menjelang tidur juga ditemenin sama mbak, mungkin aja kan kutunya simbak migrasi ke kepala kaka? lho, kok jd berprasangka. Maaf ya. Tapi intinya, mari kita basmi kutu-kutu itu!
Rabu, 03 April 2013
Kamus Kaka
Entah bagaimana awalnya, Kaka selalu mengatakan "mau" untuk kata "minta". Kadang-kadang juga dia pake "aji (lagi)". Tadi pagi, misalnya, waktu saya menyiapkan makanan untuk sarapannya, dia bilang "mau..." Artinya, dia minta makanannya.
Sedikit banyak, Kaka udah bisa ngungkapin kemauannya lewat kata. Kalau minta digarukin, dia bilang "gata", kalau minta minum juga dia bilang "minum", kalau mau susu dia bilang "susu".
Dia juag udah bisa nyebutin orang-orang di sekitarnya. Konon, anak seumur dia sih udah bisa ngerangkai frasa sederhana, seperti "mau susu". Tapi kaka baru bisa ngucapin satu-satu. berikut daftar kata yang paling sering diucapkan kaka:
mau: minta
aji: lagi
apang: kapal udara (pesawat)
bita: bintang
tjitja: cicak
minum: minum
gata: gatal
andi: mandi
moto: motor
mobi: mobil
halo: handphone
ai: air
boa: bola
apa tu: apa itu
ana: mana
tu: itu
ni: ini
nene: nenek
aba: abba
aba: abang (kalo manggil tukang jualan)
ita: ikan
gaja: gajah
tuda: kuda
dede: adek
dll
Senin, 01 April 2013
Menangis Semalam(an)
Selasa, 26 Maret 2013, Kaka nangis sepanjang malam. Saya bingung bukan kepalang. Mana pernah ada sih suara berisik tengah malam di kompleks itu! Lalu, tetangga datang. Dia bilang, "Dulu, orang-orang yang ngontrak di rumah ini, anaknya juga nangis tiap malam. Mungkin harus diselamatin dulu." tetangga itu, pun pergi.
Ya, tetangga itu mungkin berpikir, Kaka nangis karena digangguin "penunggu" rumah itu. Kami memang baru pindah. Selasa itu adalah malam kedua kami nginap di situ. Saya memang nggak ngadain acara apa pun waktu pindahan, walaupun saya juga pernah dapat cerita dari ibu yang anaknya pernah tinggal di situ bahwa rumah itu "dihuni" oleh nenek-nenek. Makhluk gaib. Saya percaya makhluk gaib, tapi rasanya manusia dan makhluk gaib punya dunia yang beda, bukannya? kalaupun dia gangguin, yah nggak bakal sampe luka juga kecuali luka yang muncul akibat ketakutan kita sendiri.
Sebelum tetangga itu datang, papa kaka udah bertingkah luar biasa. Dia, yang tadinya tidur nyenyak tanpa mau tau anaknya nangis, tiba-tiba bangun. Ngambil Kaka dari gendongan saya, terus ngajak Kaka keliling rumah sambil ngomong, "mana yang gangguin kaka? Bilangin, kaka nggak takut." Aha! padahal saya sama sekali nggak pernah cerita soal omongan ibu-ibu tentang penunggu rumah itu.
Kaka nangis, pikir saya, bukan karena diganggu. Kaka memang lagi sakit. Udah dari Minggu, 24 Maret, dia muntah-muntah dan lemas. Hari itu memang puncaknya. Dia lemas bukan kepalang. Maunya digendong. Kalau digendong pun, kepalanya maunya nyeder ke yang gendong. Saya kerja, ada mbaknya yang jagain. untung juga ada adek yang memang lagi datang. Laporan adek saya selalu bilang: "Kaka lemas banget. bawa ke dokter aja apa?" Tapi saya bergeming. saya cuma minta dia mantau aja karena saya yakin, kuman di perutnya bakal ilang setelah dimuntahin. Lalu, kaka pun sembuh. Sebenarnya Kaka mau makan,minum apalagi. Tapi ya abis makan-minum langsung muntah, apalagi kalau abis minum susu. Muntahannya bukan cuma susu, tapi juga makanan padatnya.
Nah, hari itu, sampai malamnya, saya nggak ngasih Kaka susu. Takut muntah banyak dan tambah lemas. Sepertinya, susu itu biang keladinya. Kaka memang nangis minta susu, tapi saya pikir dia bakal lupa kalau udah ngantuk. Lagi pula, susunya ketinggalan di rumah lama. Ah, kejamnya saya. Saya tahanlah dia, saya kasih air putih aja. Tapi makin lama, tangisnya tambah kencang. Saya pun keluar, ngambil susu di rumah lama, terus langsung saya kasih Kaka. Ajaib. Tangisnya yang kencang dan panjang itu, berhenti seketika. Luar biasa susu itu. Ataukah si nenek penunggu yang sudah tak kuasa? Tak tahulah. Tapi saya ngikutin saran tetangga itu untuk selamatan. Kaka sekarang udah sehat, tanpa berobat. Semoga kami betah dan damai di sana, semoga rumahnya membawa berkah. Dan Kaka nggak perlu lagi nangis semalam(an). Amin.
Rabu, 13 Maret 2013
Kalau Nenek Mudik
Ibu bekerja umumnya jadi gelisah kalau ditinggal babysitter atau PRT mudik. Siapa yang bakal ngurus si kecil saat dia kerja? Dititip di tetangga, nggak mungkin. Dibawa ke kantor, apalagi!
Beruntung, gue belum pernah ngalamin itu. PRT belum pernah mudik soalnya. Tapi kalau PRT diambil sama adek, pernah. Itu nggak bikin gue gelisah. Ada ibu, alias nenek si Kaka yang siap jagain Kaka.
Nenek Kaka sebenernya tinggal di Lampung, di rumahnya, tempat gue dibesarin dulu. Di sana ada nenek dan ponakan gue. Tapi, sejak gue ngelahirin, nyokap tinggal sama gue. Utamanya sih jagain Kaka, tapi gue tau nyokap seneng tinggal di Depok karena deket sama anak-anaknya. Beberapa minggu sekali, adek gue yang di Priok, di Ciledug, atau yang berlayar, dateng ke rumah. Adek gue yang bontot sih emang tinggal di rumah, jadi nyokap ketemu tiap hari. Persoalannya, nyokap nggak bisa netap. Kadang-kadang harus pulang ke Lampung karena urusan padi atau nenek. Gue nggak mungkin nahan, kan?
Sekarang, nenek Kaka harus pulang ke Lampung. Nenek gue, atau buyut Kaka, lagi sakit. Ini dia yang bikin gue gelisah, sampai beberapa kali kebangun tengah malam. Kaka terpaksa tinggal sama PRT gue yang tunarungu itu. Meskipun orangnya sensitif dan pinter ngurus anak, gue tetap gelisah. Gimana kalau Kaka nangis kesakitan, butuh pertolongan, sementara dia nggak denger? Maungecek kondisi Kaka pun nggak bisa karena dia nggak mungkin ditelp.
Memang sih, ada bokap gue, alias kakek Kaka yang janjinya ikut jagain. Tapi, kakek Kaka itu perhatiannya cuma ke tv, nonton berita atau dialog politik yang selalu nongol dari subuh sampe tengah malam di tv. Jadi, gue agak sangsi sama perhatiannya ke Kaka.
Sebelum berangkat tadi, gue udah nitip sejuta pesan sama mbaknya, dengan bahasa isyarat tentunya. Gue juga udah bikin tabel jadwal aktivitas Kaka, dari bangun tidur sampe tidur lagi, buat jaga-jaga kalau gue pulang malam. Gue juga udah nitip pesen ke kakek Kaka supaya jaga pintu, takut Kaka keluar tanpa sepengetahuan orang rumah. Tapi, ternyata sulit ya untuk menganggap situasi ini sama dengan kalau ada nyokap. Aih...
Sebenarnya situasi kayak gini udah beberapa kali terjadi. Nyokap suka pulang kalau waktunya nanam atau panen padi sawahnya yang dikerjain orang. Beberapa kali sukses sih. Tapi, selalu ada bantuan orang lain, selain bokap. Pertama kali, gue ngedatengin sodara dari Lampung spesial buat jagain Kaka. Kedua, gue minta bantuan adeknya om yang kebetulan tinggal di deket rumah. Sekarang, orang yang bisa didtaengin dari Lampung itu memang lagi ke Jakarta, tapi dia mau ngurus pernikahan. Dan nggak bisa diganggu. Terus, adeknya om lagi nginep di rumah sodaranya. Pernah juga gue minta bantuan adek gue yang memang tinggal di rumah, tapi dia kuliah sampe sore, nggakmungkin jg disuruh bolos, kan?
Ya sudahlah. Gue cuma berharap bantuan dari tante gue yang baik hati itu, biar sepulang ngajar langsung ke rumah. Sore juga sih, tapinggak sesore papanya Kaka atau gue. Dan, berdoa, semoga semua baik-baik aja.
Senin, 11 Maret 2013
geraham
Orang seumuran gue, atau lebih mudah dikitlah hehe, tentu pernah ngerasain tumbuh gigi geraham paling belakang. Rasanyanggak enak. gue sih beruntung, cuma ngerasa nggak nyaman doang. nggak pake bengkak-bengkak, apalagi operasi. Temen gue ada yang sampe operasi gara-gara tumbuhnya miring, rasanya lebih sakit daripada sakit gigi atau sakit hati, katanya. selama beberapa hari dia nggak bisa makan nasi atau makanan keras lainnya.
ehm... sebenernya sih gue mau ngomongin gigi si kaka. sekitar dua bulan lalu, gue baru ngeh gigi gerahamnya udah tumbuh. itu juga dikasih tau sama mbaknya. pantes aja makannya nggak seru. dia ngelephin makanannya terus. akhirnya gue bikinin di abubur. sampe terakhir minggu kemarin. sekarang sih udah gue kasih makan nasi lembek lagi. cuma, untuk lauk, dia memang belum bisa makan yang keras-keras. jadi kalobikin sup, ayam, wortel, dan jagung gue blender kasar. ehm... kata emakgue sih, bentuknya apa pun, yang penting nutrisinya masuk. ya sih... tapi sampe kapan?
gue setuju, anak seumuran kaka tuh udah makan makanan keluarga. dia mesti ngelatih rahangnya, supaya tumbuh sesuai dengan usianya. kalo rahangnya tumbuh, giginya juga dapat tempat. kalo nggak tumbuh, giginya bisa ada yang nggak keluar karena nggak kebagian tempat.
Gimana ya rasanya kalo tumbuh geraham kay
ak si kaka? karena kaka belum bisa cerita, jd gue ngebayanginnya kayak kita aja, nggak nyaman. semoga sih nggak kerasa nyeri.
ke ragunan
Waktu hamil si kaka 8 bulan, gue ke ragunan, sama bapake dan omnya si kaka. sekarang, kaka 1,5 tahun,baru sempet ke ragunan lagi. Tapi nggak dengan keluarga besar kami doang, ada juga sepupu-sepupu kaka, faiz, ehsan, dan dika, berserta emak-emaknya. NGgak banyak yang bisa kita lihat karena dateng pas waktunya makan siang. Bekal yang kami siapkan pun dibuka. gelar tiker sewaan dibawah pohon, bersantaplah sambil liat anak-anak main. Ini seperti cerita-cerita keluarga bahagia haha. udah makan, baru deh keliling. Tapi, nggak banyak yang bisa diliat. selain karena waktunya sempit, jarak antarkandang binatang itu terlalu jauh buat ditempuh dengan jalan kaki sambil gendong anak 1,5 tahun. atau bawa anak 8 bulan. akhirnya, cuma bisa ngunjungin kadang gajah, komodo, rusa, dan lupa lagi. padah, dari awal si faiz pengen liat jerapah dan zebra. karenanggak tau tempatnya, plus minus petunjuk lokasi, akhirnya gue bawa aja ke Pusat Primata Schmutzer. Ahay...rupanya di situ pun primatanya sedang tak banyak. mungkin lagi pada studi banding ke pusat primata lainnya. *eh. Akhirnya ya udah, anak-anak cuma bisa nikmatin tempatnya yang gelap, banyak tanaman rambat buatan, dingin, dan lokasi main yang dekat danau.
keluar dari situ, hujan turun. kaka tidur. nggak bawa kain gendong. selendang emak gue yang pajang itu pun gue sulap jadi gendongan. sambil nungguin ujanberenti, berdirilah kami desak-desakan dengan pengunjung lain di depan toilet umum. Sumpah gak asyik. pas ujan reda dikit, sambil gendong kaka dengan kerudung emak gue itu, nekadlah kami jalan keluar. tiba-tiba ujan deres lagi. nggak dapet tempat neduh, gue terus jalan di bawah ujan. gue nggak sadar kalo itu bisa bikin kaka sakit, kalo nggak ada ibu-ibu yang teriak, "yak ampun mbak, anaknya kesian amat..." eh, emang gue nggak kesian sama anak gue?
jadi kesimpulannya, ke ragunan kali ini cuma nyenengin anak-anak, nyapekin diri. tipsnya, jangan anggap anak 1,5 tahun itu udah gede. dia masih bisa tidur di mana aja dan kapan aja. jadi tetep bawa stroller atau gendongan, dan... sedia payung sebelum hujan.
"Boa...boa...boa..."
Coba kasih kaka sesuatu yang bentuknya agak bulat, lalu tunggu reaksinya. Dia akan naro benda itu di bawah, lalu mundur beberapa langkah, terus lari ke arah benda itu dan nendang. Ya, kaka seneng banget nendang bola. Rasanya ini pengaruh dari bapake dan om-omnya yang penggila bola.
Pernah suatu kali gue minta dia buang diaper bekas pakai yang udah gue gulung. Dulu-dulu sih, kalo gue minta buang, dia akan langsung naro di tempat sampah. atau kalo lagi males, dia lempar ke dekat tempat sampah. tapi kemarin, dia taro diaper itu di lantai, terus ditendangnya seperti bola. Ahayy...
Entah gue mesti senang atau sedih dengan hobinya ini. Dulu gue juga penggemar sepakbola, sekitar 2000-an awal. sampai-sampai di malam sampai menjelang subuh pas mau ujian skripsi, gue masih sempat nonton bola. di ucapan terima kasih gue, nama beberapa pemain Juventus masuk, meskipun ada protes karena katanya maknanya agak provokatif karena gue bilang, "terima kasiha tas gol-gol indahnya semalam." Gue juga dulu sempat diproses untuk jadi reporter tabloid bola grupnya gramedia. tes pertama lolos, waktu itu gue nulis tentang inkonsistensi aturan tendangan penalti yang ngerugiin salah satu tim. tapi tes berikutnya, gue kesusahan sama julukan-julukan tim sepakbola yg sebenarnya sih bisa dipelajarin. dan tes selanjutnya, gue nggak dateng. Ah, ya sudahlah.
Tapi belakangan ini, gue udah nggak terlalu merhatiin lagi. gara-garaya, bapake si kaka yang terlalu gila bola bikin gue berpikir, ya sudahlah, cukuplah segala sesuatu tentang bola dihidup gue. bapke si kaka tuh, punya selemari baju bola. sementara naju kerjanya? itung aja sendiri dengan jari tangan dan jari kaki. udah jelek-jelek pula. dia lebih seneng beli baju bola ratusan ribu, yang dipakenya mungkin cuma sekali, daripada beli baju kerja.
Nah, sekarang, si kaka sudah mulai ketularan. kayanya ini disetting sama bapake. wong masih bayi udah mulai dibeliin baju-baju bola, meskipun jelas-jelas kegedean. alasannya, nanti, buat kaka kalau udah gede.
Hasilnya, liat aja sekarang kaka yang seneng banget main bola. kalo liat koran, tabloid, atau majalah, yag pertama kali dia cari pun bola. Kalo liat yang bulet-bulet di pinggir jalan pun, bahkan truk molen yang buat ngaduk semen, dia langsung tereak "Boa...boa...boa...." K
ebayang deh hidup gue sepuluh tahun lagi. bola, bola, dan bola.
Langganan:
Postingan (Atom)