Ini bukan cerita tentang kulit saya yang menghitam karena liburan di Bali atau di Lampung. Nggak semua bagian kulit menghitam, si pigmen rupanya pilih-pilih tempat juga. Mungkin ini karena hormon hamil tua.
bagian pertama leher. Nggak sampai hitam garis-garis seperti yang pernah saya lihat pada salah seorang teman yang sedang hamil tua juga. Tapi agak bedalah dgn sebelumnya.
Kedua, ketiak. Huhuhu...ini sungguh bikin sedih. Saya nggak bisa pake baju besar longgar yang ketiaknya kelihatan lagi. Nenek saya sempat bilang, "itu bulu ketek ya?" He?????
Ketiga, pangkal paha depan. Ini hitamnya aneh, bercak-bercak kayak motif macan tutul hehheee... Bercak-bercak yang sama jg ada di bagian bokong, tapi cuma sedikit.
Oh iya, sedikit perut bawah juga ada bercak, tapi saya nggak bisa lihat jelas.
Suami sih nggak keberatan. Ya iyalahh...mau diapain lagi? Dia cuma menghibur sedikit, "Namanya juga ibu hamil."
Jumat, 19 Agustus 2011
Rabu, 17 Agustus 2011
jalan tol
Dua hari lalu saya ke dokter kandungan. Tapi kali ini bukan dr Tofan, bukan pula di RS Bunda Margonda. Saya coba-coba dr Maman Hilman di RSB Budhi Jaya, Depok Timur. Saya pilih dr ini atas saran seorang teman. Dr Maman praktik di Hermina dan HGA juga.
Awalnya saya datang ke RSB Budhi Jaya cuma untuk survey melahirkan normal. Pergilah saya dengan suami, yang hari itu bela-belain nggak masuk kerja, ke situ di pagi hari. Dari situ rencananya kami mau ke Depok Jaya, sekalian kontrol dengan dr Asmawinta, itu juga dr yang baru akan saya coba. Sama dengan dr Maman, dia juga praktik di Hermina dan HGA. Nah, pas liat ruang perawatan di Budhi Jaya yang sepertinya bangunan baru, suami langsung tertarik. Kamarnya gaya rumahan, ada kulkas, ac, tv, wastafel, kamar madi dalam. Itu untuk VIP A dan B serta kelas 1 a dan b.
Tapi saya bilang ke suami, lihatlah yg RSB Depok Jaya dulu. RSB itu lebih terkenal diceritain di blog orang. Dan nampaknya lebih tua juga usianya.
Akhirnya, setelah sempat mampir sebentar di RSB Sumber Bahagia yang juga di Depok Timur, saya dan suami ke Depok Jaya, Jl Rambutan, Depok I. Ada dua bangunandi situ, bangunan lama dan baru. Tapi kami masuk ke bangunan baru karen apraktik dokternya di situ. Setelah daftar, dapat nomor antre dua. Suami langsung jatuh cinta sama sitausinya yang adem, sepi, dan bersahabat. Sambil nunggu dokternya yang katanya baru berangkat dari HGA, kami iseng liat kamar. Susternya ramah, mau nganter ke setiap kamar di bangunan lama itu. Saya lupa ada berapa kamar, tapi ada VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III.
Tapi, ruangan-ruangan itu sungguh membuat kami nggak tertarik lagi. Ruangannya kecil. Fasilitasnya tua, juga kamar-kamarnya. Seperti kos-kosan di pusat kota yang di sekat-sekat tripleks dengan cat putih.
Akhirnya kami putuskan, nggak jadi melahirkan di situ.
Kami pun kembali ke ruang tunggu konsultasi dokter, sambil cari akal bagaimana supaya bisa kabur. Akhirnya saya pilih jalan halus dengan bilang saya mau konsultasi ke dr Nel aja besok. Alasannya, atas rekomendasi teman.
Kaburlah kami dari situ. Pulang ke kontrakan. Kami putuskan, kami coba dr Maman di Budhi Jaya yang jadwal praktiknya malam itu juga.
Abis buka puasa, kami berangkat ke sana. Dapat urutan 19, sekitar pukul 9.30 baru bisa konsul.
setelah ditanya-tanya dikit soal kondisi dan tempat kontrol selama ini, dr Maman langsung periksa. Dia pegang bagian atas perut, "wah bayinya besar," kata dia.
Dia bilang, usia kandungan udah 38 minggu. Dan bayinya sampai 3,5 kg. Tanpa periksa dalam atau yang lain2, dia langsung bilang saya agar melahirkan sesar.
"Ini sih harus lewat jalan tol, udah sesar aja," kata dia.
Saya dan suami kaget dong... Selama ini dr Tofan nggak pernah nyinggung-nyinggung sesar. Dia cuma minta saya kurangin makan atau minum manis dan banyak jalan supaya bayinya segera masuk ke jalan lahir.
Ah, apa karena saya ganti dokter mendadak? sering juga dengar cerita seperti ini.
Pengen nangis rasanya divonis sesar.
Saya dikasih waktu satu minggu, dan dalam satu minggu ini saya mau usaha supaya normal. Dan mungkin kembali ke dr Tofan.
Oh iya, dr Maman ini rekan dr Tofan jg di HGA. Kata dia sih, dr Tofan itu ade kelas dia waktu kuliah.
Awalnya saya datang ke RSB Budhi Jaya cuma untuk survey melahirkan normal. Pergilah saya dengan suami, yang hari itu bela-belain nggak masuk kerja, ke situ di pagi hari. Dari situ rencananya kami mau ke Depok Jaya, sekalian kontrol dengan dr Asmawinta, itu juga dr yang baru akan saya coba. Sama dengan dr Maman, dia juga praktik di Hermina dan HGA. Nah, pas liat ruang perawatan di Budhi Jaya yang sepertinya bangunan baru, suami langsung tertarik. Kamarnya gaya rumahan, ada kulkas, ac, tv, wastafel, kamar madi dalam. Itu untuk VIP A dan B serta kelas 1 a dan b.
Tapi saya bilang ke suami, lihatlah yg RSB Depok Jaya dulu. RSB itu lebih terkenal diceritain di blog orang. Dan nampaknya lebih tua juga usianya.
Akhirnya, setelah sempat mampir sebentar di RSB Sumber Bahagia yang juga di Depok Timur, saya dan suami ke Depok Jaya, Jl Rambutan, Depok I. Ada dua bangunandi situ, bangunan lama dan baru. Tapi kami masuk ke bangunan baru karen apraktik dokternya di situ. Setelah daftar, dapat nomor antre dua. Suami langsung jatuh cinta sama sitausinya yang adem, sepi, dan bersahabat. Sambil nunggu dokternya yang katanya baru berangkat dari HGA, kami iseng liat kamar. Susternya ramah, mau nganter ke setiap kamar di bangunan lama itu. Saya lupa ada berapa kamar, tapi ada VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III.
Tapi, ruangan-ruangan itu sungguh membuat kami nggak tertarik lagi. Ruangannya kecil. Fasilitasnya tua, juga kamar-kamarnya. Seperti kos-kosan di pusat kota yang di sekat-sekat tripleks dengan cat putih.
Akhirnya kami putuskan, nggak jadi melahirkan di situ.
Kami pun kembali ke ruang tunggu konsultasi dokter, sambil cari akal bagaimana supaya bisa kabur. Akhirnya saya pilih jalan halus dengan bilang saya mau konsultasi ke dr Nel aja besok. Alasannya, atas rekomendasi teman.
Kaburlah kami dari situ. Pulang ke kontrakan. Kami putuskan, kami coba dr Maman di Budhi Jaya yang jadwal praktiknya malam itu juga.
Abis buka puasa, kami berangkat ke sana. Dapat urutan 19, sekitar pukul 9.30 baru bisa konsul.
setelah ditanya-tanya dikit soal kondisi dan tempat kontrol selama ini, dr Maman langsung periksa. Dia pegang bagian atas perut, "wah bayinya besar," kata dia.
Dia bilang, usia kandungan udah 38 minggu. Dan bayinya sampai 3,5 kg. Tanpa periksa dalam atau yang lain2, dia langsung bilang saya agar melahirkan sesar.
"Ini sih harus lewat jalan tol, udah sesar aja," kata dia.
Saya dan suami kaget dong... Selama ini dr Tofan nggak pernah nyinggung-nyinggung sesar. Dia cuma minta saya kurangin makan atau minum manis dan banyak jalan supaya bayinya segera masuk ke jalan lahir.
Ah, apa karena saya ganti dokter mendadak? sering juga dengar cerita seperti ini.
Pengen nangis rasanya divonis sesar.
Saya dikasih waktu satu minggu, dan dalam satu minggu ini saya mau usaha supaya normal. Dan mungkin kembali ke dr Tofan.
Oh iya, dr Maman ini rekan dr Tofan jg di HGA. Kata dia sih, dr Tofan itu ade kelas dia waktu kuliah.
Senin, 15 Agustus 2011
tergila-gila keranjang rotan
Tiba-tiba saya teringat keranjang rotan tempat pakaian bayi yang ada di Inacraft april lalu. Harganya sekitar Rp400-600 ribu per keranjang. wujudnya kotak kerukuran sekitar 50-60 cm panjang, lebar 40-50 cm, dan tingginya mungkin cuma 25 cm. Warnanya pastel, biru muda, pink, kuning muda, ungu muda. Di dalamnya ada lapisan kain kota-kotak yang sampai ke mulut keranjang. Ada pita yang fungsinya selain untuk hiasan, juga untuk ngencangin kain nempel pada keranjang.
Saya naksir. Tapi entah bisa didapat di mana.
Dua malam saya hunting keranjang-keranjang itu di internet. Ada beberapa toko jual keranjang lewat pesanan telp. lucu-lucu bentuknya. Tapi belum nemu ukuran yang saya mau.
Lalu saya ingat cikini, stasiun kereta yang saya lewati kalau mau ke kantor. Di stasiun itu banyak keranjang rotan mentah, buat parcel, dsb. Ukurannya macam-macam. Cuma belum pernah tanya harga.
Saya juga ingat penjaja kerajinan rotan di sepanjang jalan menuju pasar minggu kalau dari arah kalibata. Dari keranjang sampai sofa, lemari, dan hula hop ada di sana.
Kenapa saya nggak beli keranjang mentah, lalu saya cat sendiri, dan dibuatkan lapisan dalamnya? Hmmm... Saya bisa bikin keranjang pakaian bayi, perlengkapan mandi bayi, atau keranjang pakaian kotor bayi dengan warna sama. kainnya? Saya bisa beli di tanah abang. Jahitnya? Numpanglah di rumah tante.
Ide itu udah saya pikirin dua hari dua malam. Sampai semalam baru bisa tidur jam 2 lewat, dan akhirnya nggak terbangun sahur, suami juga. Pagi ini, saya bertekad mau ke tenabang hunting kain dan peralatan jahit lain. Lalu pulang lewat cikini, beli keranjang rotan. Bagaimana?
Saya naksir. Tapi entah bisa didapat di mana.
Dua malam saya hunting keranjang-keranjang itu di internet. Ada beberapa toko jual keranjang lewat pesanan telp. lucu-lucu bentuknya. Tapi belum nemu ukuran yang saya mau.
Lalu saya ingat cikini, stasiun kereta yang saya lewati kalau mau ke kantor. Di stasiun itu banyak keranjang rotan mentah, buat parcel, dsb. Ukurannya macam-macam. Cuma belum pernah tanya harga.
Saya juga ingat penjaja kerajinan rotan di sepanjang jalan menuju pasar minggu kalau dari arah kalibata. Dari keranjang sampai sofa, lemari, dan hula hop ada di sana.
Kenapa saya nggak beli keranjang mentah, lalu saya cat sendiri, dan dibuatkan lapisan dalamnya? Hmmm... Saya bisa bikin keranjang pakaian bayi, perlengkapan mandi bayi, atau keranjang pakaian kotor bayi dengan warna sama. kainnya? Saya bisa beli di tanah abang. Jahitnya? Numpanglah di rumah tante.
Ide itu udah saya pikirin dua hari dua malam. Sampai semalam baru bisa tidur jam 2 lewat, dan akhirnya nggak terbangun sahur, suami juga. Pagi ini, saya bertekad mau ke tenabang hunting kain dan peralatan jahit lain. Lalu pulang lewat cikini, beli keranjang rotan. Bagaimana?
Kamis, 11 Agustus 2011
RB, Klinik, atau RSIA?
saya bingung. saya takut.
harusnya, di usia kandungan yang udah 38 minggu gini, saya tinggal nunggu waktu melahirkan. rumah sakit udah tersedia. perlengakapan juga, apalagi biaya. nah, sekarang saya baru mau cari klinik atau rumah bersalin buat melahirkan.
awalnya, saya dan suami memutuskan untuk melahirkan di RS Bunda margonda. tapi melihat pengalaman teman yang melahirkan di sana biayanya jadi mahal, saya jadi jiper juga.
saya sih udah tanya biaya di sana, paling murah untuk normal, sekitar Rp7 juta. belum termasuk obat dan peralatan medis penunjang di luar standar.
saya sempat berpikir melahirkan di kampung ortu saya di lampung sana. biayanya masih Rp2 jutaan. Nah, masalahnya, suami gak setuju. selain khawatir sama kemampuan dokter sana, khawatir jarak tempuh rumah dengan rumah sakit, juga dia jenguknya susah selama 3 bulan saya cuti.
akhirnya saya cari alternatif, melahirkan di klinik atau rumah sakit bersalin aja. biayanya murah, hanya sekitar 3-4 juta untuk normal. udah pake dokter. tapi lagi-lagi suami takut.
"nanti kalo kenapa-napa gimana. ini anak pertama lho," kata dia beralasan.
dia sanggup nanggung dananya. kata dia. bagaimanapun caranya, dia bilang, saya harus percaya sama dia.
tapi kalau menurut saya, biaya yang dibutuhin akan lebih dari biaya persalinaan itu yg mungkin akan sampai Rp9 juta. masih banyak biaya pasca melahirkan yang bakal dikeluarin. perawatan nifas saya. imunisasi si kakak. perlengkapan kakak kaya stroller, tempat tidur bayi, dsb. hadoouuuhhh.....rupanya ini nggak segampang yang saya pikirin waktu membuatnya :P
ada banyak rumah bersalin di depok. saya telp satuper satu, ada kurnia asih di depok I, RB tugu ibu di depok II, Sumber bahagia di depok timur, budhi jaya utama di depok timur, naura medika, banyak dehhh...
dari informasi lewat telp, biayanya paling mahal Rp4 juta. toh sama-sama pake jasa dokter kandungan. selisihnya Rp5juta dari RS Bunda. uang segitu bisa buat nambah bayar kontrakan oktober depan, buat keperluan lebaran, dan banyak lagi. atau mungkin buat dp rumah. kalau nggak menghemat dengan cara begini, sampai kapan pun kami nggak akan punya rumah. saya memang nggak pernah sepikiran sama suami.
persoalannya, ada beberapa RB yang maunya saya periksa di situ dulu meskipun cuma sekali. biar mereka punya data, katanya. tapi, suami tetap nolak.
harusnya, di usia kandungan yang udah 38 minggu gini, saya tinggal nunggu waktu melahirkan. rumah sakit udah tersedia. perlengakapan juga, apalagi biaya. nah, sekarang saya baru mau cari klinik atau rumah bersalin buat melahirkan.
awalnya, saya dan suami memutuskan untuk melahirkan di RS Bunda margonda. tapi melihat pengalaman teman yang melahirkan di sana biayanya jadi mahal, saya jadi jiper juga.
saya sih udah tanya biaya di sana, paling murah untuk normal, sekitar Rp7 juta. belum termasuk obat dan peralatan medis penunjang di luar standar.
saya sempat berpikir melahirkan di kampung ortu saya di lampung sana. biayanya masih Rp2 jutaan. Nah, masalahnya, suami gak setuju. selain khawatir sama kemampuan dokter sana, khawatir jarak tempuh rumah dengan rumah sakit, juga dia jenguknya susah selama 3 bulan saya cuti.
akhirnya saya cari alternatif, melahirkan di klinik atau rumah sakit bersalin aja. biayanya murah, hanya sekitar 3-4 juta untuk normal. udah pake dokter. tapi lagi-lagi suami takut.
"nanti kalo kenapa-napa gimana. ini anak pertama lho," kata dia beralasan.
dia sanggup nanggung dananya. kata dia. bagaimanapun caranya, dia bilang, saya harus percaya sama dia.
tapi kalau menurut saya, biaya yang dibutuhin akan lebih dari biaya persalinaan itu yg mungkin akan sampai Rp9 juta. masih banyak biaya pasca melahirkan yang bakal dikeluarin. perawatan nifas saya. imunisasi si kakak. perlengkapan kakak kaya stroller, tempat tidur bayi, dsb. hadoouuuhhh.....rupanya ini nggak segampang yang saya pikirin waktu membuatnya :P
ada banyak rumah bersalin di depok. saya telp satuper satu, ada kurnia asih di depok I, RB tugu ibu di depok II, Sumber bahagia di depok timur, budhi jaya utama di depok timur, naura medika, banyak dehhh...
dari informasi lewat telp, biayanya paling mahal Rp4 juta. toh sama-sama pake jasa dokter kandungan. selisihnya Rp5juta dari RS Bunda. uang segitu bisa buat nambah bayar kontrakan oktober depan, buat keperluan lebaran, dan banyak lagi. atau mungkin buat dp rumah. kalau nggak menghemat dengan cara begini, sampai kapan pun kami nggak akan punya rumah. saya memang nggak pernah sepikiran sama suami.
persoalannya, ada beberapa RB yang maunya saya periksa di situ dulu meskipun cuma sekali. biar mereka punya data, katanya. tapi, suami tetap nolak.
Langganan:
Postingan (Atom)