Siapa bilang kepala itu letaknya dekat panggul? Anak kecil juga tau kepala itu jauh dari panggul. Jauh banget malah, satu di atas, satu di tengah, mesti ngelewatin leher, pundak, dada, dan perut dulu. Tapi kalo kepala yang ini mesti deket dengan panggul: kepala dedek bayi. Iya, di usai kandungan saya yang masuk 38 minggu ini, mestinya kepala janin udah masuk panggul. Tapi hasil periksa terakhir di HGA, Sabtu, 16 April, kemarin, boro-boro masuk panggul. "Ini panggul... ini kepalanya. Ini masih jauh dari lubang panggul," kata dr Iwan Herryawan, SpOG, sambil gerak-gerakin mouse alat usg.
Ini artinya apa? Saya harus kembali melahirkan secara sesar. Dr Iwan lalu menganalisis sejarah persalinan pertama saya yang juga sesar. Dia sudah menduga bahwa tulang panggul saya sempit. Itu diperjelas dari cerita saya bahwa ketika melahirkan, meski sudah belasan jam pembukaan, di dedek (Kaka maksudnya) nggak mau juga turun.
Kali ini, ada tambahan lilitan tali pusar satu kali. Sebenarnya sih lilitan nggak terlalu bahaya juga buat orang yang mau melahirkan secara normal. Apalagi cuma satu kali. Kata adik sepupu saya yang dokter itu, banyak kok kasus melahirkan normal dengan satu lilitan. Ketika kepala si bayi muncul dari jalannya, tenaga medis, bidan atau dokter, langsung membebaskan leher si bayi dari lilitan meski badannya belum keluar semua.
"Oke, kita jadwalin aja ya. Tanggal 21 April, Kamis," katanya. Tanggalnya bagus sih, pas Hari Kartini. Tapi kan....
"Wah, saya nggak bisa tanggal segitu, dok. Ada acara kawinan adik tanggal 24 April."
"Wah, 24 April. Oke, kita jadwalin sesudahnya, tanggal 25 April ya, Senin," kata si dokter, pake logat Sunda.
"Oke dok."
"Mudah-mudahan nggak mules ya pas di acara kawinan. Kalo mules duluan, repot ini...." katanya sambil senyum.
Lalu si dokter mengambil ponselnya, mencatat di agenda bahwa hari itu harus menolong saya bersalin.
Dr Iwan ini adalah dokter second opinion gue, alias dokter gue yang kedua. Konsul ke dokter ini baru dua kali sih sama kemarin, cuma pengen tau aja, apakah pendapat dia dengan dokter pertama saya, dr Samson, sama.
Sekadar kilas balik ke belakang, sebulan lalu. Dr Samson, yang juga udah tau riwayat persalinan saya, sempat menyarankan sesar. "Kalau mau sesar, empat minggu lagi sudah bisa," katanya. Waktu itu sekitar 18-19 Maret. Artinya, harusnya sekarang udah melahirkan.
Tapi gue buru-buru berkomentar. "Emang saya nggak bisa melahirkan normal, ya, dok?"
Di dokter senyum. "Mau coba normal? Oke ya, kita coba."
Nah, si dokter kayaknya nggak yakin, tapi masih mau menuhin permintaan gue. Ketika terakhir konsul sama dr Samson, minggu lalu, gue sempet nanya, orang kecil kayak gue, tulang panggulnya selalu sempit nggak?
Si dokter Samson cuma senyum. "Kenapa? Mulai ragu sama persalinan normal?"
Ya sih. Keraguan ini muncul setelah ketemu sama dr Junita di RSCM Kencana. Dia langsung nebak bahwa persalinan anak pertama saya sesar. Lalu nanya tinggi badan saya, yang malu-malu akhirnya saya sebut juga. "Emang kenapa do? Karena orang kecil kayak saya biasanya panggulnya sempit, ya?" Dia mengiyakan, sambil senyum. Ahai... ini kode?
Tapi soal kepala jauh dari panggul ini, gue masih mau usaha. Senam, nungging, dan banyak jalan mungkin bisa jadi mak comblang yang mendekatkan kedua organ dari dua makhluk yang berbeda ini. Dua hari ini gue udah mulai nungging, yang kalau di senam hamil disebutnya gerakan antisungsang. Kalau jalan, tiap hari juga gue banyak jalan. Cuma kalau maul ebih banyak jalan lagi, mungkin mal adalah jawabannya heueheue...
Dan jangan lupa... banyak-banyakin berdoa, dan minta didoain sama orang tua.
1 komentar:
Jadinya lahir sesar atau normal mba? Jadi kepo. Hihi
Kebetulan sempet kontrol sama dokter iwan juga. Walopun second opinion juga. Hehe
Posting Komentar