Kamis, 13 Agustus 2015
Sekolah Itu Main
Suatu siang, ketika menjemput Kaka pulang sekolah, Bu Ika, guru di TK Fitri, menghampiri saya. "Alhamdulillah Kaka hari ini mau masuk kelas," katanya begitu bersemangat.
Ia lalu diam sejenak, mungkin menunggu reaksi saya. Saya tersenyum. "Alhamdulillah," kata saya menanggapi.
"Tapi baru masuk kelasnya pas bel pulang berbunyi," kata Bu Ika lagi.
Saya tersenyum lagi. Entah senyum apa yang harus saya keluarkan hari itu.
Kaka memang satu di antara tiga murid unik di sekolah itu. Dan, tiga murid unik itu ada di satu kelas, ya kelasnya Bu Ika itu. Uniknya seperti apa? Pertama, nggak mau masuk kelas. Jadi ketika teman-temannya di kelas, Kaka main di luar. Dan itu selalu sama dua temannya yang lain. Bu Ika menyebut mereka Three Musketeers.
Kalau nggak ada di arena bermain, Kaka ada di kelas PG. Itu kelas untuk anak yang usianya di bawah Kaka. Nah, dari hari pertama, ketika disuruh masuk kelas, Kaka masuknya ke kelas PG. Selidik punya selidik, ternyata di kelas itu ada teman mainnya di rumah. Ditambah lagi, di kelas PG itu lebih banyak mainan dan kelasnya luas banget.
Ternyata itu soal kaka yang nggak bisa diam itu bukan cuma di sekolah. Di tempat ngajinya, Kaka juga begitu. Guru ngaji, yang sering ketemu di sekolah Kaka karena kebetulan anaknya juga sekolah di situ, beberapa kali buat laporan. Ibu saya, yang suka nemenin Kaka ngaji, juga laporan begitu. Saya, yang nganter Kaka pertama kali ngaji, juga ngeliat dengan mata kepala sendiri.
Kaka memang luar biasa aktifnya. Soal dia nggak bisa diam di kelas atau duduk manis saat ngaji di masjid, saya udah prediksi. Sehari-harinya juga begitu. Bahkan ketika berdiri, tangan dan kakinya nggak pernah diam. Tapi saya sih nggak pernah maksa dia buat harus selalu di kelas atau duduk di depan guru ketika mengaji. Biar aja dia ke kelas ketika dia udah pengen ke kelas. Dan main ketika dia mau main. Karena sejak awal saya bilang ke dia, kalau masih TK, sekolah itu main.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar