Jumat, 29 Juni 2012
Muka Kaka Beda!
Kok mukanya jadi lain?
Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut adik sepupu saya yang ikut mengurus Kaka dari bayi, waktu nengok Kaka ke rumah BCB. Iya, muka Kaka jadi lain. Mulutnya kelihatan lebar, matanya belok, kepalanya juga kelihatan besar. Itu semua karena daging di pipinya berkurang. Kaka nggak lagi tembem. Berat badannya turun, saya nggak tahu pasti berapa karena belum ditimbang lagi. Tapi kalau gendong Kaka sekarang, rasanya enteng.
Ini memang masih masa pemulihan Kaka, belum seminggu dia keluar dari RS. Yang bikin saya tenang, diare dan muntahnya benar-benar udah berenti, makannya juga banyak. Cuma, makannya masih bubur nasi aja, belum dicampur sayur, ikan, daging, dll. Minum susunya juga banyak. Soal aktivitas, hampir seperti biasa. Kalau kami pulang dan dia denger suara motor, cepat-cepat dia jalan keluar. Sambil ketawa, dia nyambut kami. Hm... senang rasanya. Dia juga mulai pengen diajak becanda. Kadang-kadang dia ngumpan sendiri supaya digodain, hihihi. Dia juga lebih sering ketawa, ketawanya lebar, gigi bawah dan gigi atasnya beradu. Dengan keadaan ini, mudah-mudahan badannya segera montok lagi dan kembali mengeksplorasi dunia.
Rabu, 27 Juni 2012
Kare, Kaka Diare
Kaka diare, sering muntah dan BAB encer. Itu terjadi sehari menjelang ia genap 10 bulan.
Setiap malam harusnya saya tidur tenang dengan Kaka di samping kanan dan suami di samping kiri. Tapi malam itu, Rabu (20/6/2012), saya terbangun tiba-tiba, pukul 03.00. Sebenarnya, sejak Kaka lahir, saya nggak pernah tidur nyenyak semalam suntuk karena dikit-dikit harus bangun karena Kaka minta susu. Tapi dini hari itu, Kaka nggak minta susu. Dia justru ngeluarin susu yang dia minum malam itu dengan muntah. Huhuhuuuu.... Entah kenapa, saya bangun. Kaka sih udah melek. Menghadap saya dan diam.
Saya bangun, bangunin suami buat gendong Kaka, dan saya ganti seprai. Lalu kami tidur lagi.
Pagi-pagi, Kaka muntah lagi. Saya belum curiga dan tetap ninggalin dia buat kerja. Saya cuma pesan ke ibu saya, kalau ada apa-apa segera telp. Bener kan... Belum lama sampe kantor, ibu saya udah nelepon terus, sms nggak berenti, buat bilangin bahwa Kaka muntah-muntah terus dan sekarang pake diare. Dari pagi, udah lima kali. Panik? pastinya. Tapi saya ada liputan. Terus sorenya mau ada meeting edisi ulang tahun. Hayyah... akhirnya saya liputan dulu dan berjanji segera pulang setelah liputan. Saya baru bisa pulang jam 2.
Sampai di rumah, Kaka udah lemas. Saya kasihd ia makan, lahap. Tapi belum habis makanannya di piring, dia muntah lagi. Ibu saya mulai nyerocos, nyuruh saya segera bawa ke rumah sakit. Kami pun berangkat ke RSIA Tumbuh Kembang di Cimanggis.
Dokter Azwir Zainal SpA bilang, Kaka kelihatan dehidrasi, matanya cekung dan lemas. Dia minta Kaka dirawat inap. Hahaii...kesian betul anak saya ini, masih kecil udah harus dirawat. Saya sempat berdebat sedikit tentang antibiotik dengan Pak Dokter, tapi akhirnya saya menandatangani pemberian antibiotik. Tapi eitss...saya sempat ragu, dan waktu susternya mau nyuntikin antibiotik, saya sempat nandatanganin pernyataan gak mau dikasih antibiotik.
Tapi, Kaka makin parah. Saya bingung. Mau minta saran dari teman-teman, tengah malam begitu nggak bakal ada yang jawab. Dengan sabar saya nunggu pagi. Dan...jam 4 saya akhirnya BBM Ocha, dan akhrinya memutuskan ngasih Kaka antibiotik. Kaka dirawat lima hari, dengan infus di tangan kanan, lalu pindah ke tangan kiri. Dan dia melewatkan 10 bulannya di rumah sakit itu.
Oh ya, saya belum jelasin kenapa saya sempat nolak antibiotik, lalu akhirnya mutusin oke dgn antibiotik. Dalam satu seminar, seorang dokter anak bilang bahwa obat diare bukan antibiotik. Sebab, diare itu berarti ada racun di dalam pencernaannya, bisa karena bakteri atau virus. Dan, racun-racun itu dikeluarin lewat BAB. Yang perlu dilakukan bukan ngobatin, tapi ngejaga anak supaya nggak dehidrasi. caranya ya kasih oralit dan air putih sebanyak-banyakna. Sebab, kalo diare dihentikan dengan obat, berarti pengeluaran racun juga berhenti. Dab, pengobatan dengan antibiotik belum tentu tepat. Antibiotik hanya membunuh bakteri, tidak virus. Bakteri yang dibunuh pun tidak pandang bulu, bakteri baik pun dibasmi. Kesian kan pencernaan kalo nggak ada bakteri baik.
Tapi gimana kalo nggak ada sama sekali yang bisa masuk lewat mulut? Jangankan nasi, air putih pun dimuntahin lagi. Tes darah juga nunjukin ada infeksi akibat bakteri. Jadi...akhirnya saya memutuskan pake antibiotik. Dua kali sehari, diinjeksiin lewat selang infus. Dan Kaka selalu histeris tiap liat suster bawa suntikan, terus megang tangan yang diinfus.
Seminggu udah lewat. Kaka mulai baik. Semalam dia nggak BAB. Muntah pun udah nggak. Tinggal lemas dan kurus. Matanya cekung. Dia belum kuat jalan jauh. Kalau mau nyamperin saya di belakang, dia merangkak. Uh...Kaka....Cepat segar ya, Nak.
Rabu, 06 Juni 2012
(Bukan) Langkah Pertama
Harusnya ini saya tulis Rabu, 2 Mei 2012 lalu, hari yang sama dengan langkah pertama Kaka, hehehe. Udah bikin catatannya sih di BB, tapi lupa buat unggah ke blog ini. Daripada ngulang, saya mau nulis soal Kaka sekarang.
Dia bukan ngelangkah lagi, tapi udah jalan dengan lancar. Malahan, kalau saya dan papanya pulang naik Si Mio Mio itu, pasti dia lari terjatuh-jatuh keluar. Kalau udah tidur, dia bangun lagi, kadang-kadang langsung jalan ke pintu kamar atau duduk dulu.
Mungkin ini agar kecepetan untuk anak seusianya. Kaka baru 9 bulan. Artinya, sebulan lalu dia udah belajar jalan. Mungkin ini seperti saya waktu bayi, yang menurut ibu tersayang udah jalan umur 8 bulan. Papanya sedikit lebih lambat. Kata mama mertua, umur 9 bulan udah jalan. Cuma yang saya lagi cari tau, ada efeknya gak ya kalau anak terlalu cepat jalan?
Konon katanya, kalau jalan duluan, tumbuh giginya belakangan. Atau bicaranya yang terlambat. Tapi, Kaka udah tumbuh gigi. Dua biji di atas. Dan segera nongol di bawah. Ini juga agak nggak biasa karena biasanya gigi bawah dulu yang tumbuh. Nah, kalau soal bicara, Si Kaka memang baru bicara bahasa Negeri Senja alias bahasa dari negeri antah berantah.

Langganan:
Postingan (Atom)