Selasa, 25 Februari 2014
Main sama teman
Tiba-tiba saya dapat kiriman foto kaka yang sedang main di rumah bu rt. oleh bu rt. Awalnya saya nggak kenal anak yang di dalam fotoitu. Apalagi, keterangannya hanya, "sedang main". tanpa ada kata kaka. No telp pengirim pun tidak dikenali. Tapi, saya mengenali latar foto itu. Tembok hijau dengan banyak stiker dan coretan tak beraturan.
Stiker dan coretan itu kerasi anak bu rt. Bu RT punya dua anak, yang pertana usianya nggak beda jauh dengan si kaka. mungkin hanya setahun lebih sedikit. Yang kedua, sekitar 7 bulanan bedanya, lebih muda dari kaka. Di rumah bu rt banyak mainan. Itu sebabnya kaka senang sekali main dis itu. Apalagi ada dua anak sepantaran yang bisa diajak main. "Kata mbaknya, kaka maunya main jauh-jauh," bu rt bilang. Pernah suatu kali, kaka hilang. Setelah semua orang sibuk mencarinya, ternyata dia ada di rumah bu rt itu. Mungkin saya juga pernah nulis.
Saya senang kaka puany teman sepantaran di sekitar rumah, tanpa harus ikut play group. Anak kecil, di kompleks saya itu memang langka. Sama langkanya dengan elpiji menjelang kenaikan harga. Itu memang kompleks lama. Keluarga yang tinggal di situ pun keluarga yang sudah lama.Jadi anak-anak mereka sudah besar. Kalaupun ada anak kecil, biasanya itu penghuni baru dari keluarga baru yang beli rumah 2nd. Ada beberapa juga yang merupakan cucu dari penghuni lama. Ah, itulah kekurangan kompleks saya ini. Meskipun letaknya dekat margonda, anak saya atau saya susah menemukan teman sepantaran. Beda dengan kompleks teman-teman saya yang tergolong baru.
Kenapa butuh teman? Kan udah ada anak, suami, atau keluarga yang lain. Siapa punbutuh teman. Buat saya, ada hal-hal yang hanya bisa dibagi dengan teman, bukan dengan suami atau anak. Begitu juga kaka. Kalau sekadar untuk main, kaka nggak akan kekurangan teman. Meskipun saya dan suami bekerja, ada ibu syaa, si mbak, adik syaa, atau ponakan-ponakan saya yang rumahnya cuma selemparan kolor. Tapi, teman tetap berbeda. Teman mengajarkan anak untuk bisa berinteraksi dengan anak-anak seusianya, berkomunikasi, bertoleransi, bersaing secara sehat, percaya pada orang lain, dan banyak lagi. Kemampuan ini bakal penting buat kaka nantinya. Apalagi anak laki-laki. Konon, anak laki-laki butuh punya sahabat, seperti kata tulisan ini.
Sebenarnya teman bisa didapat dari mana saja. Cuma kalo di perkotaan, agak lebih sulit buat anak-anak. Gimana mau main kalau anak-anak nggak dizinin keluar? Banyak alasan tentu, bisa karena takut hilang, diculik, kecelakaan karena banyak kenadaraan melintas, dll. Bayangin kalo di kampung, anak seumuran kaka udah bebas berkeliaran. Emaknya mau pergi nggak perlu titip ke orang. Nggak perlu juga ada pengasuh. Bukannya nggak ada jaminan bebas hilang atau bebas kecelakaan. cuma, di kampung, semua orang saling jaga. Jadi kalau mereka udah tau anak itu adalah bagian dari kampung itu, ya bakal di jaga.
Seorang anak seumuran kaka, di kampung ibu saya di lampung sana, begitu. Ibu saya selalu antusias cerita tentang anak itu, hafiza namanya. Kalau ibu saya baru pulang kampung, cerita tentang anak itu begini, "si fiza, bangun tidur dia langsung keluar rumah. bawa nasi sepiring. emaknya masih tidur tuh. Nanti dia main sendiri, makan sendiri. terus kalau pipis, dia buak celana sendiri. Emaknjya udah nggak ngurusin lagi. Kalau emaknya bangun, mau ke pasar, ya udah pergi aja. nggak nyariin anaknya dulu. Si fiza makan di mana aja, bisa di rumah si a, si b, atau si c. pokoknya dia gagah."
Ah, kaka tentu nggak begitu. Jauh banget bedanya. kaka, keluar dikit aja, nggak pake sendal, kukunya langsung hitam, gompel-gomple, bahkan ada yang kebuka. Kalau main jauh sedikit aja, nanti ada tetangga yang teriakin, "mbak... itu anaknya ke sana". Makanya, si kaka nggak bisa jauh-jauh dari rumah.
Langganan:
Postingan (Atom)